Mediaumat.news – Lahirnya Perppu No 2 tahun 2017 tentang ormas merupakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pemerintah. Demikian ungkap Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto di hadapan puluhan ulama dan tokoh dari Forum Tokoh dan Ulama DIY di Masjid Baiturrahman, Pandeyan Umbulharjo, Yogyakarta, Sabtu malam (9/9).
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan bahwa tindakan sewenang-wenang pemerintah ditunjukkan dengan adanya upaya ingin menghilangkan prosedur yang sulit dan panjang dalam proses pembubaran ormas sebagaimana mekanisme yang sudah diatur dalam undang-undang.
“Mengapa pemerintah ngotot menerbitkan Perppu No 2 th 2017 tentang ormas, padahal undang-undangnya sudah ada dan memadai? Karena pembubaran ormas di dalam undang-undang yang ada ini mengharuskan pemerintah menempuh proses dan prosedur yang sulit dan panjang. Mengapa dibikin sulit? Mindset perancangan undang-undang tersebut adalah supaya pemerintah tidak bisa seenaknya dan sewenang-wenang. Maka Perppu yang menghapuskan proses sulit itu menunjukkan bahwa pemerintah memang ingin bertindak sewenang-wenang!” Demikian tandas Juru Bicara HTI yang merupakan salah satu pihak pemohon Judicial Review Perppu No 2 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kesempatan tersebut, Ismail mendengarkan aspirasi dan masukan dari para tokoh yang hadir, di antaranya ketua MUI DIY KH Thoha Abdurahman. Kyai Thoha memotivasi agar HTI tetap mengadakan kegiatan-kegiatan dakwah sebagaimana biasanya, iapun menyatakan kesediaannya untuk tetap hadir pada acara-acara yang diselenggarakan HTI.
Selain itu juga, Kyai Thoha berharap agar HTI tidak takut dengan segala tantangan dan hambatan yang ada. “HTI jangan khawatir dan mundur sedikitpun, karena Allah akan menolong dan memberikan jalan keluar jika kita tetap teguh memperjuangkan agama Allah ini. Jangan takut ditindak oleh pemerintah ketika berdakwah, karena pemerintah hanya membubarkan organisasi dan tidak bisa melarang dakwah. Hak keormasan HTI juga harus diperjuangkan secara hukum, saya mendukung.” Pungkas tokoh sepuh tersebut.
Tokoh MUI lain yang hadir adalah KH Muhammad Husein Dahlan, selaku pengurus MUI Umbulharjo. Kyai Husein menyampaikan keprihatinannya atas duduknya orang-orang dzalim dan fasik di pucuk kepemimpinan di Indonesia. Ia menyebutnya sebagai salah satu tanda kiamat sudah dekat. Bukan hanya orangnya, lanjut Kyai Husein, tapi juga sistemnya. “Demokrasi menyamakan suara setiap orang, tidak peduli otoritas keilmuannya, apalagi ketakwaannya, maka jangan heran kondisi carut marut Negara kita.” Ungkapnya. Dengan lantang, ia pun menyampaikan fenomena perampokan kekayaan alam yang dilakukan dengan konstitusional. “Sistem kita memungkinkan dikeluarkannya undang-undang untuk memayungi aktivitas tersebut. Maka Pancasila, atau empat pilar itu hanya tameng saja untuk melindungi kepentingan mereka.” Tegas Kyai Husein.
Hal tersebut diamini oleh Kol Ir Suratmin, salah satu tokoh yang hadir dari kalangan purnawirawan. “Pancasila itu warnanya Islam, jadi tidak mungkin menggunakan Pancasila untuk melarang ajaran Islam, organisasi Islam.” Tegas Suratmin. Dakwah HTI, lanjut Suratmin, adalah pencerahan bagi umat Islam terkait politik. “Memang konsep HT ini idealis yang didakwahkan di tengah Negara yang tidak idealis, maka perlu waktu dan teruslah berdakwah supaya makin banyak lagi umat yang tercerahkan.” Pesan Suratmin.
Nasrudin Salim, ketua FTU (Forum Ulama dan Tokoh) DIY yang juga banyak berkecimpung di dunia hukum, hadir memberikan pandangan hukum terkait pembubaran HTI. “HTI harus segera memegang SK asli pencabutan badan hukum organisasinya. SK tersebut merupakan senjata bagi HTI untuk mengajukan gugatan di PTUN.” Ungkap Nasrudin. Hal tersebut langsung dikonfirmasi oleh Jubir HTI bahwa setelah melihat poin-poin dalam SK pembubaran, Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum dari HTI merasa optimis akan memenangkan gugatan, mengingat banyak kelemahan di dalam SK tersebut.
Tokoh lain yang hadir pun ikut memberi tanggapan terkait pembubaran HTI. Khomsul Latifin misalnya, dalam kesempatan tersebut berpesan pada semua yang hadir bahwa hendaknya senantiasa menunjukkan persaudaraan Islam. “Apapun organisasinya, umat Islam itu bersaudara atas dasar ikatan iman. Saya juga berharap HTI tetap militan dalam memperjuangkan Islam, jangan takut pada sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam Alquran dan Sunnah.” Tegas Khomsul Latifin.
Menanggapi pesan tersebut, Ahmad Subarjo, tokoh muballigh senior DIY, menyayangkan adanya sekelompok umat Islam yang malah menari di atas kedzaliman yang menimpa saudaranya. Menilik sejarah, papar Subarjo, musuh Islam tidak akan ridho pada Islam seluruhnya. Meski awalnya selalu melakukan politik belah bambu, mengangkat satu dan menginjak yang lain, tapi pada akhirnya semua akan disingkirkan. “Maka harus belajar sejarah, jangan sampai terjatuh 2 kali di lubang yang sama. Jangan menjadi Islam yang bisa dimanfaatkan untuk memukul Islam yang lain!” Tandas Subarjo.
Menutup masukan dan aspirasi dari para tokoh, Winarto, tokoh masyarakat dan pemuda yang hadir turut memberikan sekilas informasi yang mendukung keprihatinan dari Ahmad Subarjo tersebut. Winarto menceritakan pengalamannya menghadiri sebuah forum yang ternyata berisi propaganda pada para jamaah untuk mewaspadai keberadaan HTI, berikut sederet alasan yang tidak mewakili fakta. “Ketika saya berusaha mengonfirmasi sekaligus menyampaikan ajakan untuk tabayun, ternyata sumber informasi yang dibacakan kepada jamaah hanya pesan edaran dari aplikasi WhatsApp yang berasal dari pihak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.” Tegas Winarto.
Di penghujung forum, Ismail mengapresiasi dan merespon semua masukan dari para tokoh tersebut. Ia menjelaskan berbagai perlawanan dan proses yang sedang ditempuh sekaligus perkembangannya. Ismail menyebutkan, setidaknya ada 4 perlawanan yang sedang dan bisa dilakukan dalam menyikapi Perppu tersebut.
Pertama, perlawanan hukum. Perlawanan yang dilakukan di antaranya adalah melakukan judicial review terhadap Perppu tersebut. “Proses persidangan yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, terungkap jelas bahwa dasar dan argumen pemerintah dalam mengeluarkan Perppu ini memang sangat lemah.” Ungkap Ismail.
Bentuk kelemahannya di antaranya, lanjut Ismail, ketika Mendagri Tjahyo Kumolo dari pihak pemerintah, pada kesempatan yang diberikan bukannya menyampaikan argumen tapi malah melakukan propaganda yang tidak pada tempatnya, yaitu pemutaran video rekaman acara HTI yang diselenggarakan pada tahun 2013. Sejumlah keanehan tentu langsung menyeruak dan disampaikan dengan lugas oleh kuasa hukum dari pihak pemohon.
“Bagaimana mungkin acara yang diselenggarakan tahun 2013, acara yang diijinkan secara sah oleh hukum dan dilindungi penuh oleh aparat, yang mana setahun setelahnya yaitu pada tahun 2014 HTI justru mendapatkan badan hukum dari pemerintah resmi, dijadikan alasan kegentingan yang memaksa untuk mengeluarkan Perppu di tahun 2017? Terlebih pada persidangan berikutnya yang menampilkan saksi fakta dari pihak HTI, terungkap bahwa setelah acara tersebut, HTI sama sekali tidak mendapatkan pertanyaan, teguran, peringatan, atau pernyataan keberatan apapun dari pemerintah ataupun aparat.” Papar Ismail menceritakan proses yang terjadi di Mahkamah Konstitusi.
Itu sedikit fakta persidangan yang disampaikan oleh Ismail yang cukup mewakili proses uji formil Perppu yang langsung mengungkap kelemahannya. “Profesor Yusril sendiri menyatakan bahwa Perppu semacam ini bahkan tidak pernah ada di jaman penjajahan Belanda sekalipun,” ucap Ismail. Jelaslah, lanjutnya, Perppu ini sangat berbahaya dan wajib ditolak.
Perlawanan yang kedua, sambung Ismail, selain menyampaikan langkah hukum yang ditempuh, ia pun menjelaskan langkah perlawanan politis di DPR. Beberapa ulama, tokoh, habaib dan komunitas Islam lainnya secara bersama-sama melakukan audiensi ke beberapa fraksi di DPR untuk menolak Perppu tersebut. “Sejauh ini ada 4 fraksi yang menolak Perppu, yaitu fraksi PKS, PAN, Gerindra dan Demokrat. Kami sedang berupaya melakukan ajakan ke beberapa partai berbasis massa Islam lainnya untuk ikut menolak Perppu ini.” Terang Ismail.
Selain perlawanan hukum dan politik, Ismail pun menjelaskan dua perlawanan lainnya yang tidak kalah penting. Perlawanan yang dimaksud adalah perlawanan publik dan perlawanan langit. Perlawanan publik ini merupakan penolakan Perppu yang dilakukan oleh publik dari berbagai kalangan dari umat Islam. Para tokoh bisa terus menyampaikan dakwah kepada umat, termasuk mendampingi aksi-aksi umat untuk memperbesar opini penolakan Perppu.
Sedangkan perlawanan langit bisa dilakukan dengan cara berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT. “Doa adalah senjata seorang muslim, terlebih mereka yang terdzalimi, ketika mengadu kepada Allah SWT dan memohon pertolongan-Nya, niscaya Allah SWT akan mengabulkannya.” Pungkas Ismail.
Di akhir acara, Ismail mengajak seluruh tokoh dan ulama yang hadir untuk bersama-sama untuk meneriakkan dengan lantang penolakan terhadap Perppu. “Tolak Perppu!, Tolak Perppu!, Tolak Perppu!, Allahu Akbar!.”.[]