Teknologi Transendental

Oleh: Dr. Fahmi Amhar

Ada beberapa sains dan teknologi yang baru muncul karena inspirasi transendental, yang memang sangat spesifik disebut di dalam Alquran.  Semisal teknologi terkait jahe karena disebut sebagai minuman di surga, seperti dalam Surat Al-Insaan: Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (TQS 76: 17); hingga eksplorasi ruang angkasa, karena semangat ayat Surat Ar-Rahman: Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (TQS 55: 33).

Karena jahe (dan juga kurma, pisang, delima, anggur) adalah nama-nama sebagian tanaman yang disebut ada di surga, maka sejumlah ilmuwan Muslim mulai secara lebih khusus mempelajarinya.  Untuk itu mereka harus membekali dulu dengan beberapa ilmu alat, seperti biologi, biokimia dan bahkan mikrobiologi. Dari situ lahir botani, herbologi hingga bioteknologi.  Muncullah ribuan biolog atau botanist Muslim, antara lain Al-Dinawari (wafat 895 M) yang dijuluki “Bapak Botani”, Ibn Juljul (wafat 994 M) yang dijuluki “Bapak Herbologi”, dan tokoh Andalusia Ibn Bajja (Avempace, wafat 1138 M) yang terkenal dengan Kitab al-nabat.  Sampai abad-15 M masih banyak ilmuwan Muslim di bidang ini, dan insyaallah di masa depan juga akan bermunculan kembali.

Manuskrip botani Arab dari abad 15 disimpan di Princeton University Library, USA, Department of Rare Books and Special Collections. (http://www.muslimheritage.com/node/621)

 

Adapun perintah “menembus langit” tentu saja dimulai dengan mengungkap apa yang ada di ruang angkasa.  Di situlah muncul astronomi sebagai ilmu eksploratif, lebih dari sekadar keahlian untuk bernavigasi di tengah lautan, atau sekadar untuk mengetahui saat shalat, arah kiblat dan awal/akhir puasa.  Muncullah sejumlah ilmuwan Muslim yang setelah mempelajari sejumlah data astronomi maupun meteorologi mulai mempertanyakan konsep bentuk bumi (bulat/datar?), apakah bumi pusat alam semesta, dan apakah langit itu itu serupa sungkup padat yang menutupi alam semesta, atau apa?


Sebagian isi at-Tuhfa as-Syahiya dari Qutb ud-Din as-Syairazi yang menggugat ketakakuratan teori geosentris (https://en.wikipedia.org/wiki/Qutb_al-Din_al-Shirazi)

Orang pertama yang dengan teknologi memenuhi tantangan transendental dalam surat itu adalah Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Andalusia  yang melakukan serangkaian percobaan ilmiah untuk terbang, seribu tahun lebih awal sebelum Oliver & Wilbur Wright melakukan percobaan untuk membuat pesawat terbang.  Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”

 

Replica pesawat Ibn Firnas di Ibn Battuta Mall – Dubai. (http://archive.aramcoworld.com/issue/200806/flights.of.fancy.on.manmade.wings.htm)

 

Alat terbang Ibnu Firnas adalah sejenis ornithopter, yakni alat terbang yang menggunakan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga.  Dia mencoba alatnya ini dari pertama-tama dari sebuah menara masjid di Cordoba pada tahun 852 M.  Dia terbang dengan dua sayap.  Ibnu Firnas terjatuh.  Untung dia melengkapi diri dengan baju khusus yang menahan laju jatuhnya.  Baju khusus ini adalah cikal bakal parasut.

Namun usaha Ibnu Firnas bukanlah usaha ilmuwan Muslim yang terakhir.  Pada tahun 1630-1632, Hezarfen Ahmad Celebi di Turki berhasil menyeberangi selat Bosporus selebar 3 Km di Istanbul.

Menara Galata, tempat Ahmad Celebi melompat untuk mencoba pesawatnya menyeberangi selat Bosporus.

  []

Sumber Tabloid MediaUmat Edisi 205

Share artikel ini: