TEFI: Tapera Hanya Kedok Saja

Mediaumat.info – Menanggapi kebijakan pemerintah yang mewajibkan seluruh pekerja mengikuti program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), Direktur The Economic Future Institute (TEFI) Yuana Tri Utomo menyebut tabungan ini hanya kedok saja.

“Ini yang terjadi, tabungan ini hanya kedok saja,” ujarnya dalam Kabar Petang: Rakyat Butuh Rumah, Bukan Derita Ditambah, Jumat (7/6/2024) di kanal YouTube Khilafah News.

Karena, jelasnya, kebutuhan rumah itu tidak terpenuhi, yang muncul, malah semakin susah.

Rentan Dikorupsi

Yuana memandang Tapera ini sangat rentan untuk dikorupsi. “Ini memang sangat rentan untuk dikorupsi. Contoh-contoh yang terjadi sebelumnya juga kan sangat banyak menelan kerugian puluhan hingga ratusan triliun,” terangnya.

Ia mencontohkan kasus korupsi yang terjadi di Asabri nilai kerugiannya sekitar 22,7 triliun. Terus kasus korupsi Taspen 300 triliun, kasus korupsi Jiwasraya 16,8 triliun. “Itu di satu sisi,” ujarnya.

Padahal di sisi yang lain, ia melanjutkan, upah buruh di Indonesia ini masih jauh dari kata layak, apalagi kemudian upah itu dipotong dari berbagai hal dan bakal ditambah potongan lagi dengan Tapera ini.

“Ini sebuah rencana yang realisasinya mungkin bisa dikatakan jauh panggang dari api,” ungkapnya.

Kebutuhan Pokok

Ia menerangkan, rumah ini sebetulnya jadi kebutuhan pokok, kebutuhan utama bagi pekerja termasuk bagi semua manusia.

“Tapi, para buruh ini kalau dihitung, banyak buruh-buruh yang belum punya rumah, ini sangat banyak,” ungkapnya.

Hanya saja, sambungnya, Tapera ini bukan solusi. “Tapera itu bukan solusi dari persoalan ini,” ulangnya menekankan.

Ia menduga kuat tabungan ini bisa berujung mangkrak, berhenti di tengah jalan seperti program-program sebelumnya, termasuk mangkraknya program IKN.

Memaksa

Ia menilai, program pemerintah (Tapera) ini sepertinya memaksa pungutan ini agar segera, kemudian bisa terkumpul untuk menutup kekurangan keuangan di kas negara, “Sepertinya begitu,” imbuhnya.

Padahal, sambungnya, jelas sekali harta yang dipaksa secara paksa untuk didapatkan dari orang lain itu termasuk jalan yang batil.

“Ini jalannya batil, tidak sah itu,” tegasnya.

Ia pun membacakan firman Allah dalam Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 29 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil kecuali melalui perdagangan atas dasar suka sama suka di antara kalian.”

“Dalam hal ini, Imam As-Sa’di menafsir Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 29 ini, bahwa Allah SWT telah melarang hamba-Nya yang mukmin untuk memakan harta di antara mereka dengan cara yang batil,” ulasnya.

Ia mencontohkan aktivitas memakan harta dengan cara yang batil ini, mencakup ada ghasab, perampasan, mencuri juga dalam hal ini, juga mengambil harta dengan cara berjudi dan berbagai usaha yang tercela.

“Itu ada di tafsirnya Imam As-Sa’di,” ucapnya.

Pelaku ghasab ini, terangnya, bisa individu, bisa juga para penguasa yang mengambil harta rakyatnya dengan cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

“Bisa seperti pungutan atas penghasilan, kendaraan, tanah, rumah. Inilah yang dimaksud oleh Allah SWT dengan memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil, dengan cara paksaan, dan dengan cara yang tidak ‘an taradhin (saling rela),” pungkasnya. [] ‘Aziimatul Azka

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: