Tambang Tuk Ormas Sebagai Ghanimah, Refleksi Gaya Berpikir Kapitalisme
Mediaumat.info – Pernyataan mantan Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj yang menyebut organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sudah selayaknya mendapatkan konsesi tambang dari pemerintah sebagai ghanimah (harta rampasan perang) atas upaya merebut kemerdekaan Indonesia dinilai Pengamat Kebijakan Publik Dr. Fahrur Ulum, MEI sebagai refleksi gaya berpikir kapitalisme.
“Perbuatan yang seperti ini, aktivitas yang seperti ini, kebijakan yang seperti ini menjadi reflek dari gaya berpikir kapitalisme,” ujarnya dalam Kabar Petang: Tambang Untuk Ormas = Harta Rampasan Perang? di kanal YouTube Khilafah News, Ahad (14/7/2024).
Fahrur melihat, para pejuang dan para pahlawan kemerdekaan dulu itu berjuangnya ikhlas tidak mengharapkan apa pun. Sebab tujuan para pejuang itu adalah tidak ingin dinistakan oleh bangsa lain, untuk mendapatkan persamaan hak di dalam kehidupan dan ingin menghilangkan segala bentuk penjajahan di muka bumi.
“Tentu yang memotivasi para pejuang-pejuang untuk merdeka dulu tidak pernah terpikirkan untuk meminta ini dan itu. Jadi saya pikir ini tidak ada kaitannya dengan tambang” ucapnya.
Fahrur mengungkapkan, saat ini gaya berpikir kapitalis telah meracuni semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Gaya berpikir kapitalis adalah menempatkan asas manfaat di atas segala-galanya. Sehingga semua diukur dengan uang atau materi. Dan kemerdekaan itu pun ujung-ujungnya adalah bagi-bagi materi atau bagi-bagi kekayaan.
Fahrur mengatakan, boleh-boleh saja negara memberikan sesuatu kepada orang atau kelompok masyarakat dengan ketentuan tidak melanggar hukum syariat.
Dalam Islam, lanjutnya, masalah kepemilikan itu dibagi menjadi tiga, yakni kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Dan tambang termasuk dalam kategori kepemilikan umum, bukan kepemilikan negara ataupun kepemilikan individu. Maka ketika negara memberikan tambang baik kepada kelompok masyarakat atau kepada individu, maka dianggap tambang itu masuk dalam kategori kepemilikan negara. Sehingga ditinjau dari sisi Islam ini adalah sebuah kesalahan.
“Tapi kalau kemudian ini menggunakan pendekatan kapitalisme, ya sudah. Berarti memang secara dasarnya adalah dasar kapitalisme,” pungkas Bahrur. [] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat