Takwa Jadi Paradoks dengan Kebijakan Penguasa

Mediaumat.info – Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menyatakan makna takwa menjadi paradoks bila dikaitkan dengan kebijakan penguasa.

“Paradoksnya adalah kalau kita kaitkan dengan apa yang telah dilakukan, dijalankan, ditetapkan oleh penguasa,” tuturnya dalam Live Fokus: Takwa Negara, Gimana? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (7/4/2024).

Misalnya, jelas YRT, ketika dalam kebijakannya menyalahi syariat Islam. Satu sisi puasa itu harus melahirkan pribadi yang takwa, tapi di sisi lain kebijakannya justru jauh dari karakter takwa itu.

Padahal, jelas YRT, takwa itu adalah hikmah dari disyariatkannya puasa di bulan Ramadhan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah 183. “(Itu) satu di antara sekian ayat yang berkaitan dengan puasa. Ayat yang berkaitan dengan puasa itu kan dimulai dari 183 sampai dengan 187,” imbuhnya.

Ajengan Yuana juga menjelaskan bahwa arti dari akhir ayat surat Al-Baqarah ayat 183 la’allakum tattaquun (agar kalian bertakwa) bahwa takwa itu harus dijaga dan dipelihara.

“Sehingga memang ketika disebutkan la’allakum tattaquun itu mengisyaratkan bahwa ketakwaan di sini adalah ketakwaan yang memang harus dipelihara harus dijaga karena memang bisa berubah,” bebernya.

Selain itu, ia juga memaparkan arti takwa adalah untuk penjagaan diri.

“Inilah yang kemudian disampaikan oleh para ulama ketika berbicara takwa. Takwa adalah tentang penjagaan diri dari dosa. Takut menjalankan keharaman, meninggalkan segala yang dilarang, menjalankan segala yang diperintahkan karena takutnya itu,” tegasnya.

Lantas yang jadi pertanyaan besar adalah apakah takwa itu hanya untuk individu saja?

“Sebenarnya، takwa adalah menerapkan Al-Qur’an dan siar-siar Islam dalam konteks yang lebih luas itulah takwa dalam pembacaan secara menyeluruh dari ayat 183-187 maka akan ditarik sebuah mafhum bahwa takwa yang dimaksud adalah takwa sifatnya umum bukan hanya kepada individu,” ujarnya.

Ajengan Yuana juga mengatakan, agar takwa bisa terwujud butuh adanya penguasa dan negara.

“Bagaimana takwa bisa terwujud? Baka membutuhkan penguasa membutuhkan negara. Jadi, takwa dalam dimensi umat dan negara adalah ketika menjadikan Al-Qur’an sebagai dustur (undang-undang dasar) bagi umat dan bagi negara,” jelasnya.

Hal ini, lanjut YTR, selaras dengan Al-Qur’an surah al-Hajj ayat 32.

“Barang siapa yang mengagungkan siar-siar Allah Ta’ala maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan dalam qalbunya. Itulah takwa harus mampu menampakkan, mengagungkan siar-siar Islam dalam semua dimensi,” bebernya.

Ajengan Yuana juga menyatakan, tidak cukup hanya menyampaikan maaf tapi juga harus komitmen menjalankan takwa.

“Tidak cukup hanya minta maaf tapi harus berkominten menjalankan takwa sebagai sebuah bangsa, sebagai sebuah negara yang bisa kita ambil sebagai mafhum ayat-ayat tentang puasa tadi,” pungkasnya. [] Teti Rostika

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: