Tak Mampu Bayar Kuliah, Pinjol Jadi Solusinya, Dimana Peran Negara ?

Oleh: Ust. dr. Ali Syafi’udin

Viral pengakuan mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung) yang mengalami kesulitan membayar kuliah dan disarankan pihak kampus untuk mencari pinjaman lewat pinjol (pinjaman online). Sebagaimana dikutip dari Republika.co.id, Bandung – Deovie Lentera Hikmatullah (20 tahun) merupakan salah satu mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT) sejak pertama kali menginjakan kaki sebagai mahasiswa ITB di tahun 2020. Tiap semester, ia diharuskan membayar UKT sebesar Rp 12,5 juta. Mahasiswa jurusan teknik biomedis sekolah teknik elektro dan informatika (STEI) ITB ini sering kali mengajukan keringanan UKT. Namun, pihak kampus tidak pernah merespons pengajuan keringanan tersebut dan hanya memberikan penangguhan  pembayaran biaya kuliah. Hingga akhirnya, ia mengatakan pihak kampus melalui sistem menyarankan untuk menggunakan aplikasi pinjaman online biaya kuliah Danacita.

Peristiwa ini semakin menambah tegas carut-marut masalah dunia pendidikan di Indonesia dimulai dari dana APBN yang jauh dari kata memadai untuk membiayai pendidikan di Indonesia, hingga perhatian yang kurang bahkan lemah terhadap tenaga pendidik di negeri ini.

Jika mengutip Syaikh Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, beliau menyatakan: “Adapun mempelajari ilmu yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu itu hukumnya fardlu kifayah; jika di dalam suatu daerah telah terdapat orang yang mempelajarinya maka gugur (kewajiban itu) bagi yang lain, tetapi jika tidak ada sama sekali orang yang mempelajarinya maka seluruh penduduk bersama-sama menanggung dosa; Maka wajib bagi sang Imam (pemimpin) memerintahkan masyarakat mempelajarinya, bahkan memaksa mereka untuk mempelajari imu tersebut”.

Sehingga menjadi kewajiban “imam” yaitu kepala negara untuk menyelenggarakan pendidikan, termasuk diantaranya pendiidkan ilmu-ilmu yang hukumn ya fardhu kifayah sebagaimana ilmu teknik yang dipelajari di ITB.

Dalam kitab Usus at-Ta’lim al-Manhaji fii Daulah al Khilafah dijelaskan bahwa “Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga secara gratis”. Hal ini berdasarkan dalil bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak memungut biaya untuk pendidikan (ta’lim), Nabi menjadikan tebusan tawanan orang kafir dengan mengajarkan sepuluh anak kaum muslimin. Sehingga ini menjadi dalil pembiayaan untuk pendidikan itu tidak dipungut biaya (gratis).

Imam atau kepala negara wajib menyelenggarakan pendidikan ini secara gratis, karena pada pendidkan yang hukum mempelajarinya fardhu kifayah harus ada di setiap daerah yang mempelajarinya sehingga mampu mencukupi kebutuhan akan ilmu tersebut. Jika kemudian mempelajari ilmu tersebut dipungut biaya yang mahal tentu ini akan menghilangkan kemaslahatan dan menimbulkan mudharat bagi kaum muslimin.

Lalu dari mana dananya? jika kita melihat kekayaan alam negeri ini, harusnya sudah lebih dari cukup berbagai kekayaan alam negeri ini untuk membiayai pendidikan di negeri ini. Menurut ekonom senior INDEF Faisal Basri “dari ekspor bahan bakar mineral saja pada tahun ini (2019) nilainya mencapai 500 Trilyun”. Faisal Basri melanjutkan “kalau 10 persen saja mengucur ke roda politik, Rp 50 trilyun sudah bisa mempresidenkan siapa saja “ (merdeka.com). Ini baru dari sebagian kecil saja kekayaan alam di negeri ini dari sektor minerba, belum dari migasnya, tambang emasnya, dan lain-lain. Dalam pandangan Islam berbagai kekayaan ini jika jumlahnya melimpah maka menjadi kepemilikan umum, yang individu maupun korporasi tidak boleh meraih keuntungan darinya. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam:

« الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ»

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: air, api dan padang.” (H.R. Ahmad)

Maka solusi menuju pendidikan yang gratis dan berkualitas hanya ada dalam penerapan syariat Islam. Islam juga memberikan penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada para guru yang telah mendedikasikan diri untuk menyampaikan ilmunya.

Pertanyaannya apakah mungkin hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Jawabannya sangat mungkin, lihatlah negara-negara seperti Mesir dan Jerman yang kekayaan alamnya jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia, mereka mampu menyelenggarakan pendidikan secara gratis dan berkualitas, bukan hanya untuk warga negaranya bahkan untuk warga negara asing yang berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk belajar di negeri mereka.

Mari dakwahkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin yang akan memberikan rahmat bagi semesta alam dan tentunya akan mampu memberikan solusi dari berbagai probelematika yang mendera negeri ini. Wallahu’alam bi as-shawab[]

Share artikel ini: