Tak Hanya Kagum, UIY Berharap Prabowo Terima Sistem Khilafah

Mediaumat.info – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) berharap, selain kagum mestinya Presiden Prabowo Subianto juga menerima dan menerapkan sistem khilafah dalam pemerintahannya.

“(Selain) kagum atau bangga mustinya juga menerima sistem yang melahirkan (berbagai keunggulan) itu gitu dan sistem yang melahirkan itu adalah sistem khilafah,” ujarnya dalam Focus to The Point: Khilafah Utsmani dalam Kekaguman Presiden Prabowo, Sabtu (7/12/2024) di kanal YouTube UIY Official.

Pasalnya, tidak pernah ada catatan keagungan peradaban Islam kecuali di dalam sistem khilafah. “Saya sering mengatakan, tidak pernah ada catatan keagungan peradaban Islam kecuali itu di dalam sistem khilafah,” tandas UIY.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengaku terkesan terhadap masa keemasan Kekhilafahan Utsmaniah pada abad ke-16 Masehi di Konstantinopel, kini dikenal sebagai Istanbul, Turki.

Ia menyoroti kebaikan dan nilai-nilai penting yang dapat dipetik dari pemerintahan tersebut, yang dikenal pula sebagai pemerintahan multietnis yang toleran terhadap semua agama dan suku.

“Saya terkesan, suatu pemerintahan, suatu imperium, suatu peradaban Muslim yang cukup lama hampir 600 tahun lebih mendekati lebih mungkin 700 tahun, yaitu peradaban Utsmaniah yang berpusat di Turki, di Istanbul,” kata Prabowo saat memberikan sambutan di Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah yang digelar di Universitas Muhammadiyah Kupang, NTT, pada 4-6 Desember 2024.

Tak Bisa Dibantah

Demikian, keagungan dan kemuliaan peradaban yang ada di sepanjang kekhilafahan memang bagian dari fakta sejarah yang tak bisa dibantah oleh siapapun. “Itu adalah satu fakta sejarah yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun,” kata UIY lebih lanjut.

Bahkan, tambahnya, seorang Penulis Yahudi Karen Armstrong dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths (London: Harper Collins Publishers, 1997), menulis ‘Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus’.

Hal itu berarti selama hampir 800 tahun, Yahudi menikmati zaman keemasan di wilayah Muslim Andalusia (sekarang Spanyol) yang ketika itu termasuk wilayah Kekhilafahan Umayyah.

Malahan, ketika Andalusia dikuasai oleh orang-orang Katolik melalui politik inkuisisi, sebagaimana sejarah mencatat, Sultan Muhammad al-Fatih menerima dan melindungi kaum Yahudi yang terusir ketika itu.

“Lalu ada dalam catatan sejarah itu 120 ribu, ada yang menyebut 150 ribu orang Yahudi yang terusir dari Andalusia itu, itu dilindungi atau diberi tempat oleh Muhammad al-Fatih di Bukit Galata,” tambah UIY, seraya menyampaikan bahwa hingga saat ini masih bisa dijumpai sinagog-sinagog di sana.

Tak ayal, kata UIY menegaskan kembali, kekaguman Presiden Prabowo ini bukanlah sekadar penilaian para sejarawan atau isapan jempol. Tetapi fakta sejarah yang memang tak terbantahkan.

Belum lagi soal futuhat atau penaklukan yang dilakukan oleh para khalifah. Sebutlah salah satunya Penaklukan Mesir di bawah Kekhalifahan Umar bin Khattab pada tahun 639–642 M.

Sekadar ditambahkan, penaklukan yang dipimpin oleh Amru bin Ash tersebut, sebelumnya juga telah berhasil menaklukkan Suriah, Palestina, dan Yordania.

Untuk menjadi perhatian, di dalam peristiwa Penaklukan Mesir ternyata terdapat suku Koptik yang notabene beragama Nasrani, membantu tentara Muslim untuk melawan dan mengalahkan penguasa Romawi yang sama-sama beragama Nasrani.

Artinya, penaklukan di dalam Islam bukanlah semacam penindasan atau penjajahan, tetapi pembebasan berikut pemberian perlindungan terhadap darah maupun harta kafir dzimmi sebagaimana perlindungan darah dan harta kaum Muslim.

Kondisi serupa juga terjadi pasca Penaklukan Konstantinopel di bawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih pada tahun 1453 M. Selain memberikan jaminan hidup dan berkeyakinan sesuai agama masing-masing bagi umat Kristen, kala itu Sultan mengeluarkan semacam dekrit seputar perlindungan terhadap para pendeta dan uskup di sana.

Ditambah, tak sedikit bangunan gereja yang dipertahankan fungsinya sebagai tempat ibadah umat Kristen. “Memang betul gereja Hagia Sophia kemudian diubah menjadi masjid, tetapi ada banyak gereja yang tetap dipertahankan menjadi gereja,” imbuhnya, masih mengenai betapa Islam sangat toleran terhadap umat beragama lain.

Paradoks

Karenanya, merupakan paradoks jika di satu sisi mengakui dan kagum terhadap kehebatan, keagungan dan kemuliaan peradaban Islam sepanjang Kekhilafahan Utsmani, namun di sisi lain menolak bahkan memusuhi sistem khilafah.

Padahal, semua yang dianggap sebagai kebaikan dan patut diteladani itu bisa wujud ketika negara mengadopsi Islam dalam hal ini khilafah, sebagai sistem pemerintahan.

“Semua yang dianggap sebagai kebaikan tadi itu ada di dalam sistem khilafah, dan itu adalah bagian dari ajaran Islam,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: