Tak Ada Solusi dari Sekadar Duduk-duduk dan Makan Popcorn Menonton Konflik di Suriah…
Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik Internasional)
Dikutip dari keterangan pers KBRI Damaskus, Dubes Djoko menegaskan dukungan pemerintah Indonesia itu saat melakukan pertemuan dengan beberapa menteri Suriah pada Senin (30/4). Dalam pertemuan tersebut, Dubes RI membahas berbagai hal strategis yang menjadi perhatian kedua negara, salah satunya terkait isu politik di Suriah. Ketika bertemu dengan Menteri Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri Suriah, Dubes RI kembali menegaskan sikap dan dukungan politik Indonesia kepada Suriah. Dia mengatakan bahwa Indonesia selalu mendukung upaya penyelesaian konflik di Suriah secara politis dan damai. (republika.co.id, 2/5/18)
Komentar:
Ada banyak negara yang ingin mempercepat solusi krisis Suriah dalam versinya masing-masing. Pemerintah Indonesia berharap mampu berpartisipasi mewujudkan misi itu, di samping Amerika dan Rusia untuk menyelesaikan krisis Suriah. Karena itu kita dapati AS sejatinya yang menggenggam kartu penting untuk solusi politik hari ini sebab Negara ini yang terus bermain dan membuat situasi dinamis. Ketika Indonesia menginginkan solusi politik dan menghentikan pendarahan yang menimpa rakyat Suriah, termasuk secara ekonomi, sementara tidak mampu menentang seluruh kebijakan AS di wilayah itu, dan menghukum tindakan kriminal Bashar Al-Assad, bias dipastikan Indonesia tidak mampu memimpin solusi di Suriah, maupun mewarnainya.
Pemerintah perlu memahami jatidiri Rezim Bashar Al-Assad yang terus-menerus “diburu” kecemasan ditinggalkan AS, disamping rasa laparnya untuk membantai rakyatnya sendiri. Sementara hadirnya Rusia, yang terus melindungi diktator Suriah ini menambah derita rakyat, dan terus membangun tempat perlindungan yang kuat baginya untuk tetap hidup agar tidak lenyap oleh amuk perlawanan rakyatnya sendiri. Sementara AS yang menjadi sutradara krisis di Suriah memastikan, tidak solusi terbaik kecuali dunia meng-iyakan skenario kolonialnya.
Krisis Suriah berakar dari Revolusi Suriah yang sebelumnya disebut-sebut pleh para pengamat sebagai Ats Tsaurah Al Islamiyyah (revolusi Islam) yang didorong oleh umat Islam dan terdapat aspirasi yang kuat di sana untuk menegakkan syariat Islam termasuk keinginan untuk menegakkan khilafah di sana dimana sebelumnya rakyat Suriah menolak opsi politik yang dibentuk oleh Amerika. Reaksi umat Islam di Suriah adalah reaksi sangat alami, karena Khilafah Islam, menurut pandangan warga telah menjadi bagian dari peradaban Syam selama lebih dari 1 milenium. Bahkan penerapan Syariah Islam telah mensejahterakan rakyat Syam selama berabad-abad, sampai datang intervensi kolonial Eropa yang menghancurkan ke tanah Syam ini.
Siapapun yang ‘melek media’ paham ada begitu banyak korban dari kaum Muslim di Suriah terbunuh, terus menerus hidup dalam bahaya, lapar tanpa makanan, ini gambaran yang terjadi pada warga di Idlib, Aleppo, Homs, Ghouta, dan banyak lainnya. Pada saat yang sama Muslim di Palestina ditembak oleh penembak jitu Israel, tetapi apakah Erdogan atau Mohammad Bin Salman atau Presiden Joko Widodo ataupun penguasa Muslim lainnya mampu menyetop tindakan brutal Bashar Al-Assad?
Yang terhampar di Suriah sekarang adalah gambaran dimana masyarakat yang menemukan dirinya di depan sungai-sungai pertumpahan darah dan luka pedih pada anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita yang disiksa, jeritan tahanan yang ditindas, teriakan-teriakan minta pertolongan, dan tragedi dan keluhan lain yang menimpa saudara kita. Juga tergambar, akibat intervensi Barat, kaum muslim kemudian merasa sangat tertekan dan menderita karena kesengsaraan besar, dengan perasaan sedih dan sakit mengakar dalam. Mereka butuh keadilan dan tentara-tentara Muslim pembebas untuk menyelamatkan darah Muslim dan tanah Muslim.[]