Mediaumat.info – Tren tanda pagar (tagar) KaburAjaDulu yang ramai digunakan di media sosial dan menjadi pemberitaan beberapa hari terakhir, dinilai harusnya menjadi masukan bagi pemerintah.
“Ini seharusnya menjadi semacam masukanlah bagi pemerintah,” ujar Pemimpin Redaksi Majalah Politik dan Dakwah Al-Wa’ie Farid Wadjdi dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (19/2/2025) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.
Menurutnya, bukan malah melontarkan pernyataan yang kurang bijak seperti halnya Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer yang meminta warga negara Indonesia (WNI) yang pergi ke luar negeri tidak usah kembali.
Disinyalir, Noel tak mau ambil pusing soal tagar #KaburAjaDulu di media sosial yang mendorong WNI untuk bekerja di luar negeri.
“Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi, hi…hi…hi…,” ungkap Noel di Kantor Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Jakarta, Senin (17/2/2025), seraya tertawa, dikutip dari Kompas.com.
Dengan kata lain, kata Farid lebih lanjut, pemerintah justru harusnya bisa menyiapkan kondisi yang layak di negeri ini bagi generasi muda. Sebutlah sistem pendidikan yang murah tetapi berkualitas hingga penyediaan lapangan kerja yang tentunya juga layak, baik dari segi jenis pekerjaan terlebih upah.
Terutama terkait kemudahan warga negara mengakses pendidikan, yang pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara, kata Farid menjelaskan, sebenarnya bisa diselenggarakan tanpa pungutan biaya alias gratis bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.
Pasalnya, potensi sumber daya alam (SDA) di negeri ini amat melimpah. Sementara, jika dikelola dengan cara Islam, maka tak hanya hak memperoleh pendidikan, tetapi pelayanan kesehatan yang baik bakal bisa dirasakan oleh setiap warga negara.
Islam telah mengharamkan penyerahan konsesi dan sejenisnya, berkaitan SDA yang jumlahnya melimpah kepada swasta, sebagaimana disampaikan dalam hadits seputar tambang garam. Ketika itu, Rasulullah SAW menarik kembali konsesi tambang garam, usai mengetahui dari Abyad bin Hamal ra. yang mengatakan bahwa SDA dimaksud laksana air mengalir.
Tak Selesaikan Persoalan Utama
Di samping itu, kembali tentang tagar KaburAjaDulu yang lantas dimaknai pergi ke luar negeri untuk mencari penghidupan yang lebih layak, dinilai Farid tak signifikan menyelesaikan persoalan utama negeri ini.
“Kalaupun ada yang pindah (ke luar negeri) itu enggak akan menyelesaikan persoalan di Indonesia. Dan itu kan cenderung menghindar dari masalah,” kata Farid.
Artinya, kendati termasuk hal yang boleh, pemerintah berikut para generasi muda semestinya turut memikirkan cara agar kondisi perekonomian, pendidikan, maupun hal yang lain di negeri ini menjadi lebih baik.
Adalah Islam, sebagaimana disinggung sebelumnya, terbukti telah mampu mengatur distribusi keadilan yang berarti pembagian yang adil terhadap hak dan kewajiban di seluruh aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat hingga level negara.
Karenanya, Farid mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Islam sebagai solusi alternatif atas kerusakan kapitalisme yang saat ini diterapkan.
“Syariat Islam itu bisa menjadi pengatur negeri ini, karena itulah yang akan menjadi alternatif solusi untuk sistem kapitalistik sekarang yang sangat kuat,” tuturnya menawarkan.
Apalagi sebagai negara mayoritas Muslim, tentunya turut serta memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kaffah yang bakal kembali mengatur setiap sendi kehidupan di negeri ini.
“Sebagai negeri yang mayoritas Muslim, sebagai orang yang beriman, tentunya memperjuangkan bagaimana syariat Islam itu bisa menjadi pengatur negeri ini,” tandasnya.
Tak Perlu Khawatir
“Kalau ajaran Islam itu mengatakan pendidikan gratis, baik bagi Muslim maupun non-Muslim, apa yang dikhawatirkan?” kata Farid, menjawab kekhawatiran sebagian pihak ketika Islam menjadi dasar utama dari sebuah pemerintahan negara.
Pun demikian dengan kebutuhan pokok lainnya seperti sandang, pangan, papan yang bakal bisa didapatkan dengan terlebih dahulu negara menjamin ketersediaan lapangan kerja layak. Ditambah jaminan keamanan serta kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pun bakal disediakan.
Kata Farid, memang ada jizyah atas non-Muslim, tetapi hanya bagi yang mampu. Sementara, bagi Muslim tak bisa lepas dari pemberlakuan zakat berikut ketentuan syariat di dalam pelaksanaannya.
Kabar baiknya, Islam ternyata tak memberlakukan pajak kecuali dalam kondisi darurat, semisal keuangan negara tak mencukupi. Itu pun hanya dibebankan atas warga negara yang mampu dan beragama Islam. Ditambah, sifatnya yang sementara sampai kondisi keuangan negara kembali stabil.
Berbeda dengan sistem sekarang seperti halnya strategi untuk mencapai target penerimaan pajak dalam APBN 2025 yang sebesar Rp2.189,3 triliun, pemerintah justru menambah jumlah wajib pajak, serta menggali potensi penerimaan dari objek pajak yang sudah terdaftar.
“Jadi pertanyaannya, apa yang dikhawatirkan dengan syariat Islam?” pungkas Farid.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat