Rencana Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang menyatakan pihaknya telah menghapus konten-konten terkait ajaran radikal dalam 155 buku pelajaran agama Islam menuai pro kontra di kalangan umat Islam. Menurut Razi, pihaknya telah melakukan review 155 buku pelajaran. Konten yang bermuatan radikal dan eksklusivis dihilangkan. Moderasi beragama harus dibangun dari sekolah.
Sebelumnya, Kementerian Agama merevisi 155 buku pelajaran agama sejak September 2019 lalu. Upaya itu dilakukan setelah menemukan pelajaran yang tak sesuai konteks zaman, seperti khilafah dan jihad.
Menanggapi kebijakan Menag, Ketua Tabayyun Center, menyarakan bahwa sikap Menag dengan jelas mengungkapkan bahwa perubahan-perubahan dalam kurikulum adalah bentuk upaya sekulerisasi bertujuan untuk melemahkan identitas Islam.
“Tak hanya itu menjauhkan generasi mendatang dari nilai-nilai Islam spiritual, serta mengosongkan pikiran mereka dari segala sesuatu yang akan membentuk mentalitas Islam, juga memisahkan perilaku mereka dari akidah dan hukum-hukum syariah, bahkan menghubungkannya dengan doktrin Barat dan konsep-konsep palsu yang menyesatkan.” Ungkapnya kepada wartawan Media Umat pada hari Jum’at (3/7/20).
Menurut Arifin sangat wajar jika masyarakat, para guru dan siswa menolaknya, bahkan begitu lemahnya jika ada seseorang muslim di negeri ini yang diam saja melihat perubahan kurikulum tersebut.
“Umat Islam harus menolak sekulerisasi kurikulum ala menag” imbuh Arifin.
Terkait fiqih khilafah, M. Arifin menyayangkan sikap Menag, menurutnya sikap Menag patut dipertanyakan, mengingat para ulama empat mazhab tidak melihat kewajiban Khilafah hanya sekedar sejarah.
“Para imam madzhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’ayah suun al-ummah (pengaturan urusan umat).” Ujarnya.
Sekulerisasi kurikulum yang masif hari ini, menurut Arifin bukan sebagai perang yang diklaim melawan ekstremisme dan radikalisme saja.
“Barat melihat sekulerisasi di tubuh sistem pendidikan kita sebagai perwujudan sebagai perang melawan Islam dan semua aspek agama, serta semua hal yang akan membangun generasi tangguh, kuat, bangga dengan agamanya, dan mencari kemuliaan untuk bangsanya.” Pungkas Arifin. [rey]