Tabayyun Center: Seorang Mukmin Harus Gembira Sambut Ramadhan

Mediaumat.id – Dr. M. Ali Syafi’udin dari Tabayyun Center mengatakan seorang mukmin harus gembira menyambut datangnya Ramadhan.

“Kita harus bergembira dan bersemangat menyambut Ramadhan. Perasaan kita sebagai seorang mukmin seharusnya senang ketika Ramadhan mau datang,” ungkapnya di Kabar petang: Marhaban Ya Ramadhan! melalui kanal YouTube Khilafah News, Jumat (17/3/2023).

Ia mengutip pernyataan Ibnu Rajab al-Hambali bahwa para ulama salaf dalam mempersiapkan datangnya Ramadhan berdoa selama 6 bulan sebelum Ramadhan agar dipertemukan dengan Ramadhan dan berdoa 6 bulan setelah Ramadhan agar amal shalihnya diterima.

Menurutnya, penting mempersiapkan aqliyah terkait fikih Ramadhan, mempersiapkan nafsiyah agar ringan melakukan amal shalih, persiapan fisik agar tidak jatuh sakit, serta persiapan maal (harta) karena bulan Ramadhan bulan sedekah.

“Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia serta berisi penjelasan mengenai petunjuk dan juga sebagai pembeda (antara hak dan batil). Dengan demikian Al-Quran tidak cukup dibaca saja tetapi harus dijadikan sebagai pedoman hidup manusia,” urainya menjelaskan salah satu keutamaan bulan Ramadhan.

Ali mengingatkan agar jangan sampai menjadi orang yang rugi di bulan Ramadhan. Setidaknya ada dua orang yang rugi di bulan Ramadhan. Pertama, orang yang berpuasa bukan ikhlas karena Allah.

Kedua, berpuasa tetapi tidak paham hukum-hukum puasa. “Dia hanya dapat haus dan laparnya saja tetapi tidak mendapat pahala puasa,” tandasnya.

Muhasabah

Dalam pandangan Dr.Ali Ramadhan juga merupakan bulan muhasabah baik rakyat maupun penguasa.

“Bagi rakyat muhasabahnya, apakah selama ini sudah melaksanakan perintah-perintah Allah, menuntut ilmu, berdakwah,muhasabah, karena Islam bukan hanya mengatur hubungan dengan al-Khaliqnya saja tetapi juga mengatur tentang muamalah,” jelasnya.

Begitu juga dengan penguasa, sambungnya, harus introspeksi diri apakah sudah berpijak kepada hukum-hukum Allah? “Sebab jika meninggalkan hukum-hukum Allah berarti dia telah berbuat maksiat karena sengaja mencampakkan hukum Allah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: