Mediaumat.news – Luthfi Hidayat dari Tabayun Center mengungkap penyebab persoalan korupsi yang terus menggurita di negeri ini.
“Persoalan korupsi yang terus menggurita dan merajalela di negeri ini dikarenakan setidaknya ada dua hal,” tuturnya dalam acara Kabar Petang: Berharap Keadilan Hanya pada Syariah Islam, Jumat (11/9/2021) di kanal YouTube KC News.
Pertama, person. Orang-orang yang masuk dan terseleksi di dalam partai politik atau yang menjadi pejabat dengan jalur partai politik itu orang-orangnya diseleksi bukan berdasarkan kapasitas dan kapabilitas tetapi menggunakan uang. “Bahkan dari hari ke hari ‘uang yang diinvestasikan’ itu semakin hari semakin besar. Jelas kondisi seperti ini tidak akan menghasilkan orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas,” ujarnya.
Artinya, lanjut Luthfi, secara sederhana, niat mereka menduduki jabatan tersebut bukan yang digembar-gemborkan sebagai wakil rakyat atau amanah tetapi ujung-ujungnya jual beli. Ada investasi, ada modal, kemudian akhirnya ingin mengembalikan modal tersebut.
Menurutnya, dalam kondisi semacam ini, orangnya enggak akan benar. “Apalagi dalam mengembalikan modal tadi dengan korupsi. Gaji anggota DPR paling berapa? Sementara yang mereka investasikan, saya pernah dengar di kabupaten itu tidak kurang dari 1 M untuk mencalonkan anggota legislatif. Sementara gaji mereka berapa?” ujarnya.
Ia melihat korupsi itu karena orangnya tertangkap tetapi gratifikasi, perjalanan dinas, studi banding yang menurutnya, bisa lewat Zoom atau Google Chrome tetapi justru menguras duwit rakyat yang sangat banyak.
Kedua, sistem yakni keadaaan. Menurutnya, yang paling menonjol dari sistem demokrasi adalah kapitalisme. “Kapitalisme dalam bahasa Arab itu adalah ra’sun maliyun, di kepalanya itu hanya ada harta, sehingga memang sejatinya faktor yang kedua ini yang menjadi penyebab utama terjadinya korupsi di mana-mana,” ungkapnya.
“Jadi, artinya nilai-nilai kualitas seseorang, kemampuan memimpin, kader-kader partai politik yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, mereka tidak akan lolos seleksi kalau tidak menggunakan fulus. Ada istilah ma fi fulus mamfus. Tidak ada uang, tidak bisa ikut kontestan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it