Surat Penolakan Freeport atas Divestasi Bocor ke Publik

Kemnterian Keuangan (Kemenkeu) kembali dihebohkan dengan bocornya surat penting. Setelah surat potensi gagal bayar utang PT PLN, kini surat PT Freeport Indonesia (FI) yang ditujukan untuk Sekjen Kementerian Keuangan Hadiyanto ikut bocor. Surat tersebut berisi penolakan Freeport atas kesepakatan divestasi yang dicapai pada 29 Agustus lalu.

”Kami telah menerima sikap pemerintah dalam divestasi pada tanggal 28 September 2017. Kami sangat tidak setuju dengan pernyataan yang termasuk dalam dokumen dan menyampaikan tanggapan dan klarifikasi atas ketidakakuratan sikap pemerintah,” ucap COE Freeport McMoRant Inc Richard Adkerson, alam surat yang beredar.

Freeport menjelaskan posisi pemerintah, yaitu berdasarkan Pasal 24 poin 2 dari Kontrak Karya (KK), divestasi saham sebesar 51 persen semestinya selesai pada 2011. Oleh karena itu, implementasi divestasi ini merupakan kewajiban divestasi PTFI yang tertunda.

Pemerintah, dalam surat itu juga dikatakan memiliki kemampuan keuangan untuk mengambil alih saham divestasi penuh secara bertahan untuk jangka waktu yang sama dengan yang ditentukan sesuai dengan peraturan pemerintah.

Sementara, PTFI telah sepakat untuk membahas dengan Pemerintah Indonesia mengenai jangka waktu penyelesaian divestasi tersebut. PTFI mengusulkan agar divestasi awal dilakukan sesegera mungkin melalui pendaftaran IPO dan divestasi penuh dalam waktu yang sama berdasarkan peraturan pemerintah.

”Tidak ada kewajiban divestasi saat ini di bawah Kontrak Karya PTFI,” ucap Adkerson, dalam surat yang beredar ke publik tersebut.

Sebab, PTFI beralasan, Pasal 24 menjelaskan, setelah penandatanganan kesepakatan ini, maka undang-undang dan peraturan yang efektif, atau kebijakan pemerintah atau tindakan pemerintah yang terkesan memaksa memberlakukan persyaratan divestasi yang dibuat untuk seterusnya, kurang lebih memberatkan dari persetujuan yang ditetapkan bagi pihak-pihak di dalam kesepakatan.

Freeport mengadopsi persyaratan divestasi yang memberatkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, yang telah direvisi mengenai persyaratan kepemilikan Indonesia menjadi 5 persen, berdasarkan surat BKPM tertanggal 20 Maret 1997. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 itu kemudian dimodifikasi untuk mengizinkan 100 persen terhadap kepemilikan asing.

PTFI juga keberatan dengan penghitungan saham berdasarkan dengan keuntungan yang diperoleh hanya sampai 2021. Sementara, PTFI bersikukuh agar penghitungan saham berdasarkan skema //fair market value// hingga 2041, sesuai dengan standar internasional dalam penghitungan bisnis pertambangan, dimana semuanya sesuai dengan hak Kontrak Karya.

”Freeport memiliki hak kontrak untuk beroperasi hingga 2041,” tegas Adkerson.

Pasal 31 dari KK menyebutkan, PTFI memiliki kontrak selama 30 tahun sejak penandatanganan persetujuan dilakukan. Selain itu, PTFI telah menginvestasikan 14 miliar dolar AS hingga saat ini, dan berencana untuk menambah investasi 7 miliar dolar AS dalam proyek pengembangan bawah tanah sampai 2021, yang menguntungkan operasinya sampai tahun 2041. (republika.co.id, 29/9/2017)

Share artikel ini: