Sumpah Sati Marapalam, Buat Gelora Jihad Muslimin Minangkabau Makin Membara

Mediaumat.id- Dalam tayangan premier film dokumenter sejarah Islam Jejak Khilafah di Nusantara 2 (JKDN 2), Rabu (20/10/2021), disebutkan bahwa Sumpah Sati Marapalam yang diikrarkan niniak mamak dan alim ulama Minangkabau membuat gelora jihad Muslimin Minangkabau melawan Belanda semakin membara.

“Sumpah Sati Marapalam, yang mengukuhkan adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah; syara’ berkata adat memakai yang diikrarkan niniak mamak dan alim ulama Minangkabau membuat gelora jihad Muslimin Minangkabau melawan Belanda semakin membara,” tutur narator Akhmad Adiasta dalam film yang ditayangkan secara daring tersebut.

Dikisahkan dalam film tersebut, di Sumatera Barat, alam Minangkabau nan Beradat. Di negeri yang dipimpin Kesultanan Pagaruyung Darul Qarar ini, Islam telah lama menjadi agama yang dianut oleh masyarakat. Banyak Muslimin Minangkabau yang menjalani haji ke tanah suci, bahkan tak sedikit yang menjadi ulama, dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Nusantara.

Namun di akhir abad ke-16, pelaksanaan syariat Islam makin melonggar hingga muncul kebiasaan-kebiasaan buruk di masyarakat Minangkabau. Harta pusaka banyak terjual dan tergadai untuk menyabung ayam dan meminum tuak.

Hal ini mendorong beberapa ulama murid Tuanku Nan Tuo, yakni Tuanku Nan Renceh dan Faqih Sagir untuk bergerak menyadarkan masyarakat. Sementara itu, pulangnya tiga haji Minangkabau yakni Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik turut memperkuat gerakan dakwah ini. Sehingga pro dan kontra pun terjadi di Minangkabau.

Oleh narator film dijelaskan, bermula dari pembakaran surau Tuanku Nan Renceh oleh para pendukung sabung ayam, banyak perkelahian massal akhirnya terjadi. Dakwah Tuanku Nan Renceh yang semakin banyak mendapat pendukung, akhirnya membentuk Harimau Nan Salapan yang kemudian dikenal dengan gerakan Padri. Terjadilah perang melawan candu dan sabung ayam di banyak nagari Minangkabau yang dipimpin gerakan ini.

Sehingga beberapa tokoh Minangkabau yang tidak suka dengan gerakan Padri meminta bantuan Belanda. Pada tahun 1821, beberapa tokoh yang mengatasnamakan Kesultanan Pagaruyung menyerahkan kekuasaan kepada Belanda. Tapi bukannya membaik, keadaan malah bertambah runyam.

Berkedok membela kaum adat Minangkabau, Belanda memulai peperangan melawan kaum Padri. Tuanku Nan Renceh menunjuk murid terbaiknya untuk mendirikan benteng yang kuat sebagai markas gerakan Padri di Bonjol. Ia adalah Muhammad Syahab, yang ketika mulai didaulat menjadi kepala perang Padri, digelari Tuanku Imam Bonjol.

“Semakin hari, makin banyak tokoh adat yang sadar bahwa Minangkabau sedang diadu domba oleh Belanda. Mereka sadar bahwa adat dan syara’ di Minangkabau tidaklah terpisahkan,” pungkas narator.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: