Sultan Thaha Sayfuddin (Jambi) Menolak Tunduk kepada Belanda

 Sultan Thaha Sayfuddin (Jambi) Menolak Tunduk kepada Belanda

Mediaumat.id – Sultan Thaha Sayfuddin naik tahta pada tahun 1855 M, dan menolak tunduk kepada kafir Belanda.

“Thaha Sayfuddin naik takhta menjadi Sultan Jambi pada tahun 1855, ia menolak tunduk kepada kafir penjajah Belanda,” ungkap Narator Akhmad Adiasta dalam tayangan film dokumenter sejarah Islam Jejak Khilafah di Nusantara 2 (JKDN 2), Rabu (20/10/2021) secara daring.

Karena sikapnya tersebut, akhirnya membuat Belanda berang, sehingga menginvasi Jambi dan menjatuhkan Sultan Thaha dari kekuasaannya. “Sultan Thaha yang digulingkan tidak gampang menyerah, dan ia bertekad untuk melawan Belanda sampai titik darah penghabisan,” jelasnya.

Dalam kondisi seperti itu, sebagaimana diungkap narator, Sultan Thaha tidak melihat sumber harapan dan bantuan kecuali kepada imam dan perisai kaum Muslim yang satu, Khilafah Utsmaniah.

Sultan Thaha Sayfuddin mengirim surat ke Khalifah Abdul Majid I di Istanbul pada 1 Juli 1858, dan di dalamnya ia berkata:

“Petisi yang dipersembahkan ke haribaan Yang Mulia ini datang dari Thaha Sayfuddin bin Muhammad Fakhruddin, penguasa negeri di Pulau Aceh yang bernama Jambi.

 Saya teramat suka apabila Jambi dan rakyatnya menjadi bagian dari Negara Adidaya ‘Utsmaniyyah. Harapan saya dari kemuliaan akhlak kalian adalah apabila saya dianugerahi dengan titah kesultanan, medali kerajaan, dan bendera ‘Utsmaniyyah yang mulia. 

Tujuan dari itu semua, adalah keterikatan mutlak Kesultanan Jambi dengan negara adidaya yang dipimpin Khalifah ‘Abdul Majid. Diharapkan, keterikatan ini akan abadi sampai anak cucunya (Sultan Thaha Saifuddin) sehingga tiada satu pun bangsa asing yang dapat menguasainya.

Sultan Thaha sendiri, menurut Ujang Haryadi (pewaris kerajaan Jambi), adalah putra mahkota, yang dikenal dengan Pangeran Ratu Jayaningrat. Pada usia remaja, ia kemudian ditugaskan ke Aceh untuk memperdalam ilmu agama dan juga mempelajari strategi perang. Sampai di Aceh, Sultan Thaha diberi gelar “Sayfuddin”.

“Jadi, mungkin dari Raden Thaha Jayaningrat menjadi Thaha Sayfuddin. Sayfuddin itu artinya pedang agama. Jadi memang beliau dapat ilmu agama di Aceh, belajar strategi perang, dan mungkin mematangkan strategi politik,” pungkas Haryadi.[] Ade Sunandar

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *