Mediaumat.id – Melihat kebijakan pemerintah yang senantiasa menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat, salah satunya yang terbaru adalah konflik tanah di Pulau Rempang, dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana sudah waktunya menata tanah ini dengan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam.
“Sudah waktunya kita menata tanah ini dengan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam,” tuturnya dalam video Pulau Rempang Bukan Tanah Kosong! di kanal YouTube Justice Monitor, Kamis (14/9/2023).
Menurut Agung, dalam Islam posisi masyarakat yang tinggal dan memproduktifkan tanah tersebut (Pulau Rempang) itu berhak lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang ingin berinvestasi.
Agung menilai, wajar jika masyarakat menolak untuk direlokasi, sebab masyarakat Pulau Rempang sudah sejak lama tinggal di pulau tersebut, setidaknya sejak tahun 1834.
“Mereka sudah tinggal di sana ratusan tahun dan turun-temurun. Pemerintah juga harus fasilitasi mereka, tentang hak mereka yang sudah tinggal di sana turun temurun,” ungkapnya
Agung melanjutkan, banyak pihak menilai penggusuran/relokasi atas nama proyek strategis nasional merupakan cerminan bagaimana pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan pembangunan, sepihak tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Itu juga merupakan dampak dari Omnibus Law Cipta Kerja.
“Filosofi dari Omnibus Law adalah mempercepat pembangunan dengan segala konsekuensi. Karpet merah investasi dengan segala konsekuensi. Sehingga komunikasi dalam pengosongan lahan kepada warga tidak diperlukan lagi,” beber Agung.
Itulah kemudian yang menurut Agung menjadi problem berikutnya, dampak sosial, maupun dampak lingkungan tidak terlalu dapat perhatian.
“Ingat! Pulau Rempang bukan tanah kosong. Ini yang perlu dicatat secara khusus,” pungkasnya.[] Ade Sunandar