Mediaumat.info – Terkait adanya warga Jakarta tak beragama yang menggugat aturan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar turut diakui sebagaimana negara mengakui enam agama yang sah dipeluk secara hukum dan administrasi, dinilai bukan tidak mungkin suatu saat bakal dikabulkan.
“Bukan tidak mungkin suatu saat hal ini akan dikabulkan,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Jum’at (25/10/2024).
Adalah sebelumnya, karena merasa mengalami kerugian hak konstitusional, Raymond Kamil, warga Cipayung, Jakarta Timur, mengajukan uji materi terhadap pasal di sejumlah undang-undang dari mulai Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) hingga UU Hak Asasi Manusia (HAM) ke MK.
Sementara itu, dalam persidangan yang berlangsung Senin, 21 Oktober 2024, salah satu hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, mempertanyakan kedudukan hukum pemohon. Selain itu ia juga mengatakan belum bisa memahami penjelasan mengenai kerugian hak konstitusional pemohon.
“Nah, bagaimana kemudian ruang itu bisa diberikan oleh MK kalau Anda tidak kemudian bisa menjelaskan? Pertama adalah menyangkut apa sih sebetulnya kerugian hak konstitusional yang diberikan oleh undang-undang dasar. Saya cari-cari enggak ada nih, haknya yang diberikan oleh undang-undang dasar itu apa? Hak itu dulu yang harus ditegaskan,” lontarnya.
Kendati demikian, seperti disebutkan sebelumnya, Iwan mengkhawatirkan, upaya pemohon tersebut bisa menjadi ‘bola salju’, sebuah ungkapan yang berkaitan dengan situasi atau peristiwa yang semakin membesar dan bermasalah.
Apalagi sudah ada desakan dari sejumlah kalangan. “Sudah ada desakan dari sejumlah kalangan agar negara mengakui hak warga negara untuk tidak beragama/agnostik ataupun tidak bertuhan (ateis),” ungkapnya.
Dengan kata lain, meski saat ini MK belum akan mengabulkan permintaan uji materi terkait beberapa UU tersebut, tetapi paling tidak saat ini sudah ada wacana secara nasional.
Ditambah, negeri ini terus-menerus menggulirkan demokrasi mutlak atau liberal. Sementara di dalam sistem demokrasi, sambungnya, negara harus mengakui hak kebebasan beragama termasuk hak tidak beragama. “Itulah rusaknya sistem demokrasi,” tandasnya.
Sistem Islam
Di sisi lain, Iwan memaparkan bahwa Islam sebenarnya tidak mempersoalkan seseorang yang mengaku agnostik ataupun ateis. Sebab, Islam pada dasarnya memang tidak memaksa non-Muslim untuk memeluk Islam atau berpindah keyakinan pada selain Islam.
Namun yang patut diwaspadai, menurut catatan Iwan, bila ada Muslim yang kemudian memilih keluar dari Islam wajib diberikan perlakuan sesuai syariat. “Untuk mereka ada ancaman sanksi berat (yaitu) hukuman mati,” tegasnya.
Terakhir, sekadar diketahui, ketentuan Islam ini pada dasarnya untuk melindungi akidah warga negara Islam. “Bila mereka Muslim maka akan dijaga dari kemurtadan. Bagi non-Muslim mereka tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat