Step Up to Jannah, UIY Tuturkan Pentingnya Bekal untuk Sampai ke Surga

Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menuturkan, betapa penting bagi umat memastikan kembali terkait keperluan/bekal agar kelak betul-betul sampai ke surga.

“Penting bagi kita untuk memastikan apakah kita ini betul-betul telah melakukan sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa kita itu akan betul-betul sampai kepada tempat asli kita, surga,” ungkapnya dalam acara Nuzulul Qur’an Show: Step Up to Jannah, Ahad (16/4/2023) yang berlangsung secara hibrida dan disaksikan lebih dari 10 ribu pemirsa secara live.

Namun untuk dipahami sebelumnya, Allah telah memastikan bahwa hanya orang bertakwa saja yang kelak akan sampai ke surga-Nya, sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran: 133, yang artinya:

‘Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa’.

Sebelumnya pula, lanjut UIY, adalah Imam Nawawi yang menjelaskan bahwa ternyata manusia merupakan penduduk asli surga. Sebab moyang mereka, Nabi Adam as berikut Siti Hawa, awalnya menjalani kehidupan di sana.

Karenanya, manusia hidup di dunia sebagai orang asing, sesungguhnya sedang berjalan menuju ke tempat aslinya, yakni surga Allah SWT.

“Kita ini sesungguhnya sedang berjalan menuju ke tempat asli kita, on the way to Jannah. Hanya soalnya, apakah kita akan sampai betul ke tempat asli kita atau tidak, itu soal yang lain,” terangnya.

Dengan kata lain, keimanan dan ketakwaanlah yang menentukan sampai tidaknya seorang manusia ke asal atau tempat aslinya tersebut.

Sangat Singkat

Namun yang juga penting diingat, kata UIY, kepada lebih dari sepuluh ribu pemirsa daring kala itu, kesempurnaan iman dan takwa dimaksud hanya akan mungkin dilalui melalui kehidupan sesaat di dunia ini, yang oleh Rasulullah SAW digambarkan dengan sangat bagus seperti seorang pengendara.

“Sesungguhnya perumpamaanku dengan perumpamaan dunia ini seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat sesaat, kemudian meninggalkannya” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Bahkan di dalam Al-Qur’an surat al-Hajj ayat 47, Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu’. Oleh karenanya, akan sangat singkat kehidupan di dunia bila dibandingkan dengan waktu yang bakal ditempuh manusia di akhirat kelak.

Sehingga sekali lagi ia tekankan, kehidupan di akhirat kelak hanya akan mungkin ditentukan oleh apa yang dijalani manusia di kehidupan dunia ini.

“Hidup kita di sana (akhirat) hanya akan mungkin ditentukan oleh apa yang kita jalani di sini (dunia) yang sebentar sekali itu,” urai UIY.

Karenanya, apabila muncul permasalahan yang menjadi pusat perhatian, ia berpesan agar seluruh potensi hidup, semisal waktu, tenaga, pikiran, harta, ilmu pengetahuan, jabatan/kedudukan, atau bahkan jika perlu hidup atau nyawa, itu dikerahkan hanya mewujudkan ketakwaan dimaksud.

“Bukan sebaliknya, mengorbankan takwa untuk meraih kedudukan, mengorbankan takwa untuk meraih kekayaan, mengorbankan takwa untuk sekadar mendapatkan pasangan,” ucapnya, seraya menyebut suatu kerugian amat besar bila ini dilakukan.

Maknanya, jika kerugian berkenaan dengan kehidupan akhirat, maka tak ada waktu untuk membenahinya. “Yang ada adalah penyesalan. Penyesalan yang tiada pernah bisa terbayarkan,” tegasnya.

Padahal bagi orang bagi orang beriman saja, kata UIY, kelak di negeri akhirat pun menyesal dengan sedikitnya amal ibadah mereka di dunia. “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini,” demikian bunyi Al-Qur’an surah al-Fajr ayat 24.

Tak ayal, orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT, sebagaimana dalam sebuah tafsir Al-Qur’an surat an-Naba’ ayat 40 di kalimat akhir, yang artinya, ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah’, akan berkata dan berharap seandainya dia tetap menjadi tanah dan tidak dibangkitkan. Akan tetapi itu tidak mungkin terjadi.

Maka itulah, lanjut UIY, seperti pepatah sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna, sesungguhnya sepanjang hidup manusia di dunia masih ada kesempatan.

Karena itu, kembali UIY menuturkan, sangat penting memastikan bahwa jalan hidup di dunia ini haruslah sudah berada di jalur yang benar. “On the right track, yaitu ketika kita berada di jalur iman dan takwa,” jelasnya.

Malah kalaupun sudah, UIY pun berpesan untuk senantiasa mempertahankan serta meningkatkan dengan kesungguhan paripurna. “Jika sudah di situ, tingkatkan. Tingkatkan dengan kesungguhan yang paripurna,” imbaunya.

Datang Sekali

“Tidak ada (masa) muda kedua kali, tidak ada (masa) tua kedua kali, tidak ada pun juga hidup (di dunia) kedua kali,” cetusnya, yang berarti kesempatan meraih predikat iman dan takwa itu hanya sekali dalam kehidupan dunia.

Sementara merupakan pilihan tepat bagi umat yang senantiasa memastikan arah perjalanan berikutnya agar benar-benar sampai ke tempat asli mereka, yakni surga Allah SWT, sebaik-baiknya tempat kembali.

“Bukan bi’sal masir, yaitu neraka yang orang akan menyesal selama-lamanya. tidak akan bisa terbayarkan oleh apa pun,” ucapnya, mengutip QS al-Mulk: 6.

Terakhir ia menyampaikan bahwa tidak ada peluang menuju jalan perbaikan dan kebaikan kecuali melalui Islam berikut seputar keimanan dan ketakwaan di dalamnya.

“Karena hanya di bawah cahaya, ridha Allah, cahaya petunjuk Allah sajalah maka kita akan bisa mendapatkan kehidupan yang disebut oleh Allah, rahmatan lil alamin,” sebutnya.

Bahwa ada manusia yang kemudian menolaknya lalu dia memilih sesuatu yang bukan berasal dari Allah dan Rasul-Nya, maka hasilnya kekacauan demi kekacauanlah yang terjadi seperti saat ini. Baik dalam ekonomi, politik, sosial budaya. “Pendek kata dalam seluruh aspek kehidupan,” tegasnya.

Yang berarti pula, kata UIY, suatu keniscayaan bahwa kehidupan manusia di dunia hendaklah mendasarkan segalanya kepada Islam, berikut upaya menegakkan Islam kaffah atau menyeluruh. Sebab, di sanalah ada keberkahan. “Tidak ada berkah kecuali dalam Islam yang kaffah,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: