Mediaumat.id – Influencer Millenial Aab el-Karimi menyatakan dalam berdakwah (sumber pesan) di media sosial pun kaum Muslim tetap harus menjadikan akidah Islam sebagai intinya komunikasi.
“Kalau kita sebagai sumber pesan, identitas kita Muslim, maka pesannya itu enggak boleh berubah, yang namanya world view, ideologi, yang namanya akidah itu menjadi intinya komunikasi,” bebernya dalam acara Nuzulul Qur’an Show: Step Up to Jannah, Ahad (16/4/2023) yang berlangsung secara hibrida dan disaksikan lebih dari 10 ribu pemirsa secara live.
Sebagai sumber pesan, Muslim yang berdakwah pun membuat channel (media) yang biasa disebut sebagai akun di media sosial. Yang paling vital, lanjutnya, dan ini adalah ruh yaitu informasi atau konten atau pesan dalam teori komunikasi yang disebut SMRC.
“Aku ingin mengajak teman-teman pada 1 dasar teori komunikasi linear, SMRC. Di mana ada source (sumber), kemudian message (pesan), channel (media) dan R-nya itu reserver, penerima,” jelasnya.
Sekilas Dunia Digital
Nah, lanjut Aab, posisi pendakwah itu ketika tampil di dunia digital, itu di bagian channel (media) dan dunia digital itu dalam rangkaian komunikasi. “Konsepnya itu kan dari sumber pesan, kemudian ada yang pesannya dikemas oleh media, kemudian diterima oleh penerima pesan,” paparnya.
Aab memaparkan, kalau bicara channel, maka hal ini berbicara tentang dunia digital. “Dunia yang hari ini cukup kompleks,” ungkapnya.
“Ada algoritma, ada pola-pila monotisasi, ada juga pola panduan komunitas di situ, yang ini sebenarnya kalau dikembalikan pada esensi dunia digital,” jelasnya.
Ia menambahkan, dunia digital itu dikendalikan oleh orang-orang tertentu, teknologi yang dikendalikan oleh kekuasaan dan ini cenderung berubah. “Dan sosmed punya aturan main,” ujarnya.
Menurutnya, dunia digital masih dikendalikan oleh penguasa, oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan. “Dan di sini harus diperhatikan betul, memperhatikan pola ini,” ujarnya memberi tips agar channel yang dibuat pendakwah bisa tetap menayangkan dakwah dengan kritis namun tidak dihapus penguasa.
Kemungkaran
Aab menyesalkan kasus 52 orang remaja putri yang menyayat dirinya sendiri di samping ada problem keluarga juga karena pengaruh konten Tiktok. “Artinya ini ada ikatan yang kuat antara konten yang menjadi trigger (pemicu) ke tindakan,” tegasnya.
Ia pun menerangkan pola kemunkaran kenapa bisa menyebar. Pengaruh media sosial, ketika satu kemungkaran mengalami publisitas, maka melahirkan keterlihatan, yang menghasilkan masivisasi.
“Kalau di tahapan masivisasi, tidak ada counter (perlawanan), dibiarkan tanpa moralitas, dibiarkan tanpa pandangan-pandangan Islam, kemudian konten-konten LGBT, konten yang menyerang Islam berkembang, ini akan sangat berbahaya,” tandasnya.
Karena dunia saat ini masih butuh standar, lanjutnya, dunia digital itu hanya accelerator. “Intinya message itu tidak boleh berubah. Makanya dari sini kita memahami pentingnya pentingnya syariah dan urgensi dakwah. Itu sangat penting,” bebernya.
Tetap Manusia
Aab menyakinkan, seribet apa pun dunia saat ini, penerima pesan masih tetap manusia. “Seribet apa pun kehidupan, sekompleks apa pun gen z, gen alpha, mereka tetap manusia. Milenial itu manusia,” ungkapnya.
Ia pun menjelaskan, manusia itu secara kodrati itu sama. Komposisi akalnya, hormonnya, potensi kehidupannya, itu sama.
“Manusia hari ini dengan manusia seribu tahun yang lalu itu sama. Mereka suka lawan jenis, punya fitrah untuk kembali kepada Allah SWT. Mereka juga punya rasa lemah, butuh tempat bergantung untuk menghamba,” jelasnya.
Namun yang membedakan saat ini, lanjutnya, generasi sekarang menghadapi realitas yang tidak dihadapi oleh generasi sebelumnya. “Aspek channel yang menyebabkan kita itu mengonsumsi jutaan informasi yang lebih dari generasi sebelumnya,” paparnya.
Generasi saat ini itu hidup di jaman abundent/era keberlimpahan. “Yang menyebabkan kita khawatir dan waspada, membuat kita harus tahu cara main dunia saat ini. Adanya realitas dunia digital dan sosmed,” ujarnya.
Aab pun menyakinkan, cara terbaik melakukan perubahan itu dengan memahami betul objek dakwah, aturan main, sarana/tools yang dikemas dengan baik.
“Sehingga kita mampu membawa sumber pesan yang membawa keagungan Islam. Dan kita harus mulai terlibat dan turun tangan dari sekarang,” pungkasnya.[] Nita Savitri