Pada tanggal 11 Juli 1995, unit-unit Serbia Bosnia merebut kota Srebrenica di Bosnia-Herzegovina. “Semua yang ingin pergi akan diangkut, besar dan kecil, muda dan tua. Jangan takut … Tidak ada yang akan membahayakan Anda.” Jenderal Serbia Ratco Miladic (Sumber: BBC News 11/07/2020).
**** **** ****
Saya tidak akan pernah melupakan Azra. Ia mengingatkan pada insiden pembantaian di Srebrenica. Ia mengepalkan tangannya, wajahnya tergores rasa sakit, dan aliran air mata mengalir di wajahnya.
Kengerian dari apa yang ia saksikan hampir tidak nyata—berbulan-bulan kemudian ia masih hidup setiap saat dalam mimpi buruk yang menghantuinya, tidak dapat melupakan gambar-gambar ayahnya dan paman-pamannya yang dibawa pergi dengan todongan senjata, tangan terikat, dengan wajah-wajah yang berlumuran darah.
Pada pagi hari tanggal 12 Juli 1995, di bawah komando Ratco Mladic, unit-unit Serbia mengumpulkan ribuan kaum Muslim Bosnia, di pangkalan Belanda Potocar. Mereka memisahkan wanita dan anak-anak dari pria dan remaja. Pasukan Serbia melepaskan serangan dahsyat terhadap kaum Muslim; menggorok leher bayi dan memperkosa banyak perempuan dan para gadis. Kaum laki-laki mereka kumpulkan di pabrik-pabrik dan gudang-gudang tua, beberapa di antaranya meninggal seketika, dan beberapa dipindahkan dengan truk untuk menemui kematian mereka di lokasi lain. Sekitar 15.000 pria berhasil meninggalkan kantong di malam hari dan memulai kisah “pawai kematian” yang terkenal itu. Mereka berjalan sejauh bermil-mil ke kota Tuzla. Di tengah perjalanan mereka dicegat oleh pasukan Serbia. Ratusan orang yang melarikan diri untuk berlindung di hutan diburu habis, harta benda mereka dibakar, mereka dipukuli sampai mati. Ribuan lagi yang berkeliaran di perbukitan ditangkap kembali dan ditembak dengan darah dingin selama tujuh puluh dua jam berikutnya.
Pembantaian dua generasi pria Muslim ini adalah bagian dari genosida yang lebih luas terhadap kaum Muslim oleh pasukan Serbia yang berusaha untuk mendominasi wilayah Yugoslavia yang beragam di Bosnia-Herzegovina, yang terdiri dari Muslim Bosnia, Serbia Ortodoks, dan Kroasia Katolik. Ketika Ratko Miladic memasuki kota, ia menyatakan melalui siaran langsung bahwa ia bermaksud membalas dendam atas “pemberontakan Dahija”, yaitu pemberontakan Serbia yang berasal pada tahun 1804 di daerah yang sama yang telah ditekan oleh para penguasa Utsmani saat itu.
Terlepas dari ancaman ini dan zona aman yang luasnya mencapai tiga puluh mil di sekitar kota Srebrenica, pasukan PBB tidak hanya gagal menjaga perdamaian, tetapi juga memfasilitasi pembantaian dengan mencegah 20.000 orang mendapatkan tempat berlindung yang aman, dan membiarkan mereka menghadapi regu kematian Serbia. Demikian juga “penjaga perdamaian” menghentikan serangan udara di pos-pos militer Serbia ketika beberapa sandera Belanda diambil, dan angkatan bersenjata Belanda yang sama juga setuju dengan tuntutan Serbia untuk menyerahkan 5.000 pengungsi laki-laki dari pangkalan mereka, padahal mereka semua tahu betul bahwa mereka akan dibunuh.
Setelah melakukan demiliterisasi para pejuang Muslim di kota itu, yang membuat kaum Muslim tidak berdaya, dan memfasilitasi kelaparan massal yang disebabkan oleh pengepungan tiga tahun oleh Serbia, dapat dikatakan bahwa PBB benar-benar terlibat dalam pembantaian ini.
Dua puluh lima tahun kemudian banyak orang seperti Azra yang masih tidak tahu apa yang terjadi pada kerabat mereka. Mereka hidup tanpa jawaban atas peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dipahami ini. Mereka ditenangkan untuk menerima trauma mereka sebagai kesalahan belaka “yang akan selamanya menghantui sejarah PBB” sebagaimana dikatakan oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, yang hanya lip service belaka, mengingat genosida yang sedang berlangsung di Suriah dan Yaman, pembersihan etnis Rohingya, pemberantasan bertahap rakyat Palestina dan Kashmir dari tanah air mereka, dan situasi kotak-kotak kaum Muslim di India, dan Republik Afrika Tengah.
Allah subhānahu wa ta’āla berfirman:
﴿إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”. (TQS Asy-Syura [42] : 42). [Maleeha Hasan]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 15/7/2020.