Mediaumat.news – Surat Penetapan Perintah Penahanan Pengadilan Tinggi (SP4T) DKI Jakarta terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) dinilai Direktur HRS Center dan Ahli Hukum Pidana Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. bermasalah sehingga HRS harus dikeluarkan dari tahanan.
“Surat Penetapan Perintah Penahanan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak dapat diterima sebagai suatu kenyataan hukum yang pasti. Surat penetapan dimaksud dipandang bermasalah, dan tidak memenuhi landasan yuridis. Oleh karenanya tidak dapat ditindaklanjuti. Pada akhirnya Habib Rizieq Syihab harus dikeluarkan dari tahanan,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (12/8/2021).
Menurutnya, surat perintah penahanan terhadap HRS oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta —yang sebelumnya tidak dilakukan penahanan dan tidak pula ada perintah penahanan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur— bermasalah. “Di sini dipersoalkan keabsahan Surat Penetapan Perintah Penahanan Nomor: 1831/Pen.Pid/2021/PT DKI. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) KUHAP yang berhak melakukan penahanan adalah Hakim Pengadilan Tinggi guna kepentingan pemeriksaan banding. Namun, diketahui pada saat Surat Penetapan Perintah Penahanan yang diterbitkan tanggal 5 Agustus 2021, ternyata Majelis Hakim banding belum terbentuk,” bebernya.
Dengan demikian, Abdul Chair menilai Surat Penetapan Perintah Penahanan yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak Habib Rizieq Syihab.
Pokok masalahnya, menurut Abdul Chair, menunjuk pada uraian pertimbangan Surat Penetapan Perintah Penahanan yang mengandung pertentangan dan cenderung mengarah kekeliruan.
Selengkapnya pertimbangan tersebut menyatakan sebagai berikut: “Menimbang, bahwa oleh karena masa penahanan Terdakwa Moh. Rizieq bin Sayyid Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab dalam perkara Nomor: 221/Pid.Sus/2021/PN. Jkt.Tim [AC1] [AC2] Jo Nomor: 171/Pid.Sus/2021/PT DKI akan berakhir pada tanggal 25 Agustus 2021, sedangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas perkara tersebut menguatkan dengan hukuman 8 (delapan) bulan dan masa penahanan berdasarkan putusan tersebut berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021, maka untuk itu dipandang perlu untuk melakukan penahanan terhadap Terdakwa Moh. Rizieq bin Sayyid Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab dalam perkara Nomor: 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim.”
Ia menjelaskan, perkara Nomor: 225/Pid.Sus/2021/PN. Jkt.Tim jo Nomor: 171/Pid.Sus/2021/PT. DKI adalah perkara RS UMMI. Perkara tersebut diputus berbeda dengan perkara Nomor: 221/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim (perkara Prokes Petamburan).
Menurutnya, terhadap pertimbangan tersebut dapat ditafsirkan bahwa status penahanan pada perkara Prokes Petamburan dijadikan sebagai dasar perpanjangan penahanan dalam perkara RS UMMI. Hal ini dapat dilihat dari masa penahanan yang berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021 kemudian disambung dengan perintah penahanan terhitung sejak tanggal 9 Agustus 2021 untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
“Dengan demikian, dapat dikatakan penetapan perintah penahanan tersebut didasarkan pada penahanan perkara Prokes Petamburan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui dalam perkara RS UMMI, Abdul Chair mengatakan, Habib Rizieq Syihab dari semenjak awal tahap penyidikan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak pernah dilakukan penahanan.
“Pengadilan dalam perkara a quo juga tidak memerintahkan untuk dilakukan penahanan. Oleh karena itu, jika dimaksudkan Surat Penetapan Perintah Penahanan untuk kepentingan perpanjangan penahanan, maka itu adalah bentuk penyimpangan. Dikatakan demikian oleh karena tidak dapat dibenarkan perpanjangan penahanan menggunakan perkara yang lain (in casu perkara Prokes Petamburan),” tegasnya.
Seandainya, jika Surat Penetapan Perintah Penahanan dimaksudkan sebagai penahanan yang berdiri sendiri, dengan kata lain bukan sebagai lanjutan (perpanjangan) penahanan, menurutnya, hal itu tidak pula dapat dibenarkan. Dikatakan demikian oleh karena tidak ada perintah penahanan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Kembali ditegaskan bahwa penahanan yang demikian itu harus pula didasarkan pada perintah penahanan dari Pengadilan Negeri. Pada perkara penahanan Habib Rizieq Syihab atas ketiadaan perintah penahanan dari Pengadilan Negeri, maka berimplikasi pembebasan dari tahanan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it