Sosialisme, Topeng Negara untuk Tindas Manusia

MediaUmat.info – Wartawan Senior Edy Mulyadi memaparkan, selain sistem politik demokrasi berikut landasan ekonominya yakni kapitalisme sebagaimana dipaparkan sebelumnya, di dunia ini terdapat ideologi sosialisme yang justru dijadikan topeng oleh negara untuk menindas manusia.
“Sosialisme justru menjadi penjara besar yang menindas manusia bertopeng negara,” ujarnya dalam sebuah tulisan Bagian 6 berjudul Sosialisme: Janji Palsu dan Otoritarianisme Gagal, yang diterima media-umat.info, Jumat (2/5/2025).
Pada awalnya, menurut Edy, sosialisme menjanjikan pemerataan kekayaan dan kesejahteraan sosial, kesetaraan, serta membebaskan manusia dari segala eksploitasi. Namun yang lahir justru tirani atau kekuasaan absolut dan tanpa batasan hukum yang kerap menindas rakyat, terlebih oposisi.
Ujung-ujungnya di bawah kendali sistem ini, negara menjadi pemilik segalanya. “Rakyat kehilangan hak milik, kehilangan kebebasan, dipaksa tunduk pada penguasa tunggal yang mengklaim mewakili rakyat,” terangnya.
Tengoklah Uni Soviet yang tumbang tanpa perang. Negara superpower itu runtuh justru karena korupsi, stagnasi ekonomi, dan represi brutal.
“Selama puluhan tahun, rakyat hidup di bawah sensor, kekurangan, dan ketakutan,” ungkapnya, seraya menyebut jutaan nyawa melayang bukan karena serangan asing tetapi sekali lagi dampak dari kebijakan rezim otoriter negara sendiri.
Pun demikian Cina yang meski kini tampak kapitalis dalam wajah ekonominya, tetapi struktur politik tetap sosialis-otoriter. “Rakyat tidak bebas memilih pemimpin, umat Islam Uighur dikepung kamp konsentrasi, dan teknologi pengawasan digunakan untuk menindas, bukan melayani,” singgungnya.
Begitu juga sosialisme di Kuba, Venezuela, Korea Utara, yang telah menciptakan kasta elite baru justru banyak menikmati kekuasaan atas nama revolusi.
Islam
Adalah Islam sebagai agama sekaligus solusi total dan global sebagaimana disebutkan di tulisan sebelumnya, tidak berdiri di keduanya baik kapitalisme yang rakus maupun sosialisme yang represif.
“Ia (Islam) membolehkan kepemilikan pribadi, tapi mengatur distribusi; ia menghormati hak milik, tapi melarang monopoli; ia menyerahkan urusan publik pada negara, tapi mewajibkan negara tunduk pada hukum Allah, bukan pada elite partai atau para oligarki,” tandasnya.
Bahkan Islam menjadikan akidah sebagai fondasi utama suatu sistem. Sehingga tak mengherankan jika dalam Islam, negara adalah pelayan umat, bukan penguasa absolut. “Kekuasaan harus dijalankan berdasarkan hukum Allah, bukan hawa nafsu elite partai,” jelasnya.
Pun dengan mengadopsi konsep kepemilikan dalam Islam, berbagai sumber daya alam dikelola untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kekayaan segelintir penguasa dan para kroninya.
Maka berangkat dari sinilah, umat mesti disadarkan untuk kembali hanya kepada Islam yang terbukti mampu mengatur negara, ekonomi, politik, hukum, dan seluruh aspek kehidupan lainnya. “Itu terjadi ketika umatnya bangkit, percaya bahwa hanya Islam yang layak jadi solusi total dan global,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat