Soal Umat Islam Tak Boleh Berkiblat ke Timur Tengah, Ulama: Pernyataan Sesat, Harus Dikritik!

Mediaumat.info – Pernyataan yang meminta umat Islam di negeri ini untuk melebur, namun tak boleh ‘berkiblat’ ke Timur Tengah, dipandang sebagai sebuah penyesatan sehingga harus dikritik.

“Tampak ada beberapa hal yang cukup menyesatkan, karenanya harus dikritisi,” ujar Pengasuh Majelis Kajian Islam Kaffah Ustadz Utsman Zahid as-Sidany kepada media-umat.info, Sabtu (6/1/2024).

Artinya, apabila pernyataan tentang melebur atau akseptasi, sikap menerima dalam semua hal termasuk seputar kegiatan keagamaan, budaya dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, tentu tidak akan pernah diterima oleh Islam. Sehingga kaum Muslim pun wajib mengkritik bahkan menolaknya.

“Seperti yang dipraktikkan Pak Mahfud dengan ikut merayakan Natal bersama atau yang semisal, tentu tidak dapat diterima oleh Islam dan kaum Muslim,” jelas Utsman.

Namun, apabila akseptasi terhadap aspek sosial budaya, dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan Islam, tentu saja perkara ini dapat dilakukan.

“Soal ini Islam dan umat Islam tidak perlu digurui,” tegasnya, yang berarti belum pernah ada umat dan agama yang dapat melakukan akseptasi dalam konteks ini yang melebihi apa yang dilakukan oleh umat Muslim dengan Islamnya.

Menurutnya, akseptasi di sini dijadikan sebagai istilah lain dari pluralisme yang pada dasarnya haram seperti telah difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama. Sebab dianggap sebagai upaya mencampuradukkan berbagai agama dalam satu paham.

Dikabarkan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan bahwa umat Islam di Indonesia harus melebur. Dia mengatakan umat Islam di Indonesia tidak boleh ‘berkiblat’ ke Timur Tengah (baca: Islam).

Hal itu disampaikan Mahfud saat menghadiri acara perayaan Natal dan Tahun Baru Konser Lilin Putih di Balai Sarbini, Jakarta, Rabu (3/1/2024). Mulanya Mahfud bercerita dirinya pernah berguru dengan Gus Dur dan sejumlah tokoh agama lainnya mengenai Islam dan toleransi.

“Sesudah berguru kepada Gus Dur, Pak Syafi Maarif, Cak Nur dan sebagainya. Keislaman dan keindonesiaan itu bukan hanya melahirkan toleransi, melainkan lebih dari itu adalah akseptasi,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan perbedaan toleransi dan akseptasi. Dia menyebut akseptasi saling menerima dan bersatu.

“Kalau toleransi mungkin ya sudah kamu mau begitu silakan saya biarkan, tapi kalau akseptasi kita saling menerima dan bersatu untuk mencapainya. Itulah arti kesamaan dan keindonesiaan,” ujarnya.

Fobia Islam Politik

“Tampak pada Pak Mahfud ada fobia terhadap Islam politik,” kata Utsman lebih lanjut, seraya menerangkan bahwa ketika dijadikan dasar berpolitik, Islam tak sekadar mengatur soal ritual dan moral namun juga semua dimensi kehidupan termasuk pemerintahan, politik, ekonomi, peradilan, dsb.

Sikap fobia ini diperjelas dengan penekanan Mahfud yang menolak negeri ini dikaitkan dengan negara Islam. Padahal negara Islam atau khilafah adalah keniscayaan bagi Islam dan keislaman itu sendiri.

“Bagaimana Pak Mahfud bicara keislaman, tapi menolak salah satu ajaran penting dalam Islam, yaitu khilafah atau negara Islam?! Yang dengan khilafah inilah keislaman yang sesungguhnya terwujud,” heran Utsman.

Lebih jauh, jelas Utsman, dengan menegakkan khilafah semua bentuk kezaliman dan kejahatan yang lahir dari sistem kapitalisme dalam bingkai negara bangsa (nation state) seperti saat ini dapat diakhiri.

Maknanya apa yang diinginkan oleh Mahfud dengan istilah akseptasi, adalah meleburkan nilai-nilai yang diklaim dari Islam dengan nilai-nilai Barat.

Padahal nilai-nilai tersebut telah dicabut dari akar Islam. “Dengan kata lain, Pak Mahfud menginginkan sekularisme, bukan?!” lontarnya.

Lebih dari itu, adalah salah besar atau seperti Utsman paparkan sebelumnya, sebuah penyesatan ketika Mahfud MD menggambarkan bahwa negara Islam itu seperti negara-negara Arab saat ini.

Yang karenanya, kata Utsman memaparkan, Menkopolhukam tersebut menegaskan tidak boleh berkiblat ke Timur Tengah.

Pasalnya, saat ini tidak ada negara Islam. “Sistem politik yang ada di Timur Tengah saat ini, sama sekali bukan dari Islam dan tidak ada sangkut pautnya dengan Islam,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: