Soal Ultimatum Otorita IKN, IJM Pertanyakan Begini

Mediaumat.info – Terkait langkah Otorita IKN yang telah mengultimatum warga terdampak perluasan wilayah penyangga ibu kota baru agar membongkar rumahnya, Direktur Indonesi Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana melontarkan pertanyaan begini.

“Benarkah keputusan pemindahan ibu kota ini untuk kepentingan publik, atau justru untuk kepentingan elite?” lontarnya dalam video Warga Adat ‘Diusir’, Orang Asing Diajak ke IKN?? di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (15/3/2024).

Sebelumnya, tersiar kabar banyak masyarakat adat di negeri ini yang berpotensi kehilangan ruang hidupnya. Sebutlah yang terjadi di desa-desa sekitar proyek Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), di antaranya Desa Bumi Harapan, Pemaluan, Tengin Baru, dan Suka Raja.

Bahkan melalui surat teguran pertama dari Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, warga di sana diberi ultimatum untuk membongkar rumahnya. Alasannya, berdasarkan identifikasi, bangunan-bangunan itu tidak berizin dan tak sesuai tata ruang wilayah perencanaan (WP) IKN.

Selanjutnya, warga terdampak pun diberi waktu selambat-lambatnya 7 hari sejak pemberian surat teguran untuk segera membongkar sendiri rumahnya.

Adalah M Suhardi, warga setempat misalnya, sebagaimana dilansir mongabay.co.id, ia tak habis pikir bahwa dirinya dan warga setempat akan tergusur karena masuk dalam aleniasi IKN. Padahal, mereka sudah lama sekali mendiami kawasan itu.

“Sudah 35 tahun dibuat, seminggu langsung dibongkar. Kita protes dan rapat tidak dilanjutkan,” katanya, Sabtu (9/2/2024).

Bahkan di saat yang sama Suhardi juga bilang, awalnya warga ada yang sempat senang IKN pindah ke tempat mereka. Sekarang, sudah terbalik, enggan dengan kehadiran IKN.

“Sejak awal saya kurang setuju. Kalau ibu kota masuk ke sini karena kami sudah tahu bahwa mereka akan merampas hak kami yang sudah turun temurun,” tambah Suhardi.

Sementara, di sisi lain, pemerintah seakan memberi hak-hak istimewa bagi warga asing yang menurut Agung, jelas-jelas tidak memiliki hak apa pun, dengan berbagai fasilitas seperti HGB 190 tahun, dsb.

Maknanya, di tengah keistimewaan dimaksud, justru orang pribumi asli yang secara turun-temurun bermukim di wilayah terdampak, bahkan sejak Indonesia belum berdiri, malah terusir.

Fakta ini menunjukkan bahwa penyusunan tata ruang IKN memang tidak pernah melibatkan publik apalagi melibatkan warga yang terdampak. “Tidak pernah, tidak pernah sama sekali,” ujar Agung lebih lanjut.

Ditambah, ada beban lingkungan di Kalimantan Timur yang sudah berat oleh ekstraksi sumber daya alam selama ini, akan bertambah menjadi krisis multidimensi oleh perluasan wilayah penyangga ibu kota ini.

Tak hanya itu, hal ini juga bakal memperluas ketimpangan ekonomi karena para pemegang konsesi akan segera menjadi tuan tanah perluasan pembangunan IKN.

Makanya, kembali Agung menegaskan, pemerintah yang berkuasa sekarang harus menjawab apakah pemindahan ibu kota negara ini memang bukan untuk rakyat tetapi justru kepentingan elite dalam hal ini oligarki?

“Pertanyaan ini harus dijawab dan tentunya yang menjawab adalah pemilik kekuasaan di negeri ini,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Share artikel ini: