Soal Tapera, PEPS: Negara Sewenang-wenang dan Melanggar Konstitusi

Mediaumat.info – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyatakan negara sewenang-wenang dan melanggar konstitusi terkait pemaksaan penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat (Tapera) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 (tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat) yang memaksa masyarakat pekerja menabung untuk membiayai proyek perumahan rakyat.

“Bukan saja sewenang-wenang, Peraturan Pemerintah tentang Tapera ini, dan dasar hukum yang digunakan, yaitu UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, secara transparan melanggar konstitusi, sehingga bukan saja wajib ditolak, tetapi wajib batal demi hukum,” ujarnya dalam rilis yang diterima media-umat.info, Jumat (31/5/2024).

Menurut Anthony, dasar hukum UU Tapera mau meniru UU tentang Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) yang bersifat memaksa. Dalam UU Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, setiap Pekerja wajib mengikuti program Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) dengan iuran (premi) sebagian ditanggung perusahaan (pemberi kerja) dan sebagian ditanggung pekerja.

Tetapi kata Anthony, program Tapera tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Sosial. Pemerintah tidak bisa memaksa pekerja untuk menabung, dengan alasan apa pun, termasuk untuk perumahan rakyat, karena melanggar konstitusi. Sedangkan program Jaminan Sosial merupakan perintah konstitusi, Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) tentang Kesejahteraan Sosial.

Oleh karena itu, jelas Anthony, sesuai perintah konstitusi, terbitlah undang-undang UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang sebagian sudah diubah dengan UU Cipta Kerja yang juga bermasalah konstitusi.

Sebaliknya Anthony menyebut, dasar hukum UU Tapera bertentangan dengan konstitusi. Pertimbangan hukum UU Tapera merujuk Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Seolah-olah, pembentukan UU Tapera ini sudah memenuhi perintah konstitusi.

“Tetapi, faktanya, tidak ada pasal-pasal konstitusi tersebut yang memberi wewenang kepada pemerintah (dan DPR) untuk membentuk UU yang mewajibkan masyarakat untuk menabung. Pasal 28H menyatakan secara tegas bahwa mempunyai tempat tinggal adalah hak, bukan kewajiban, apalagi kewajiban untuk menabung,” jelasnya.

Anthony melihat, untuk memenuhi hak masyarakat ini, pemerintah berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi rakyatnya. Kalau tidak bisa, berarti pemerintah gagal dan tidak mampu. Maka, pilihan terbaiknya adalah mundur. Bukan malah mewajibkan masyarakat untuk menabung, yang melanggar hak asasi manusia.

Oleh karena itu, jelas Anthony, UU Tapera wajib batal karena menyimpang dari UUD, artinya tidak ada dasar hukumnya berdasarkan UUD, bahkan melanggar konstitusi hak asasi manusia, yang pada prinsipnya, masyarakat mempunyai hak bebas memilih untuk menabung atau konsumsi dan tidak bisa dipaksa.

Terakhir Anthony menduga, bahwa pemerintah terus nekat membuat UU bermasalah dan melanggar konstitusi adalah demi pengembangan dan pembiayaan proyek perumahan swasta yang baru-baru ini mendapat status Proyek Strategis Nasional. Ia juga menduga, UU yang dibuat pemerintah selalu diwarnai dengan motif rente ekonomi terselubung yang merugikan masyarakat umum.

“BPJS Ketenagakerjaan sudah dapat membiayai program kepemilikan rumah bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jadi, untuk apalagi Tapera yang pesertanya sama dengan BPJS Ketenagakerjaan?” pungkas Anthony. [] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: