Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana menyampaikan bahwa kritik sama dengan masukan yang justru bersifat menyelamatkan. “Kritik itu masukan. Masukan itu, itu untuk menyelamatkan,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (31/3/2023).
Hal ini ia sampaikan sebagai bentuk nasihat kepada para penguasa dan pejabat publik di negeri ini, terutama Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang beberapa waktu lalu menyentil para pengkritik pemerintah agar tak banyak omong.
Bahkan sebaliknya, pujianlah yang malah cenderung menjerumuskan. “Justru sebaliknya, pujian, itu yang menjerumuskan,” tandas Erwin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Luhut melontarkan pernyataan yang menyinggung masyarakat pengkritik agar tak banyak bicara, “Orang enggak pernah di pemerintahan enggak usah banyak omong, tidak gampang mengerjakan ini,” lontarnya dalam acara Digital Government Award SPBE Summit 2023, Jumat (24/3),
Otoriter?
Ini berarti, sambung Erwin lebih lanjut, Luhut tidak memiliki kapasitas untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. “Dia menjadi pemimpin yang otoriter, mau menangnya sendiri. Enggak bagus itu,” sebutnya.
Selain itu, menurutnya, banyak indikasi yang memang menunjukkan rezim saat ini otoriter. Di antaranya adalah mekanisme pembentukan undang-undang atau peraturan.
“Dia (pemerintah) membuat peraturan itu tanpa melibatkan DPR misalnya, tanpa melibatkan masyarakat. Tiba-tiba muncullah undang-undang, tiba-tiba muncullah perppu. Itu kan suka-sukanya dia,” bebernya.
Celakanya, undang-undang yang dimunculkan kurang menguntungkan, kalau tidak boleh disebut merugikan, bagi masyarakat luas.
Sehingga betapa kondisi rakyat saat ini masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, di negeri yang faktanya kaya raya akan sumber daya alam.
Terlebih ketika banyak pejabat publik yang melakukan korupsi secara ugal-ugalan, di samping menyerahkan penguasaan kekayaan alam kepada swasta terutama asing. “Pejabatnya korupsi ugal-ugalan, negara hidup dari masyarakat, tetapi kekayaan negara diberikan kepada asing,” urainya.
Bahkan bila dikaitkan dengan pernyataan Luhut di depan, kata Erwin, fakta-fakta yang barusan ia paparkan bisa jadi termasuk dalam kriteria masyarakat yang dimaksud Menko tadi. “Kita memberikan ngomong ini juga enggak boleh. Sementara mereka pesta pora makan duit rakyat,” tandasnya.
Antikritik
Menurut Erwin, pernyataan yang menyinggung agar masyarakat tak banyak mengkritik juga membuktikan bahwa Luhut memang antikritik.
“Termasuk ini dikasihnya dia ketika diberikan masukan, dia enggak mau diberi masukan, berarti dia antikritik,” jelasnya.
Contoh lain, tampak ketika presiden mengeluarkan imbauan agar masyarakat tertentu tidak kumpul-kumpul melakukan buka bersama. “Lah, Jokowi kemarin ngapain?” ucapnya, menyindir penyelenggaraan pesta pernikahan anaknya sebelum bulan Ramadhan ini.
“Berkali-kali kan Jokowi mengadakan pesta sebelum bulan puasa ini,” imbuhnya.
Tentunya, hal ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang bakalan makin sempit. “Kan bahaya, negara kita ini sudah dalam bahaya loh,” sambung Erwin, seraya menilai pandangan Luhut, gagap, atas fakta kehidupan banyak penduduk yang makin sempit karena hidup di bawah garis kemiskinan.
Maknanya, sudahlah berkumpul dalam rangka buka puasa bersama dilarang, masyarakat sekadar menyampaikan kritik pun dikekang. “Ini antiagama, otoriter juga, gitu rezim sekarang ini. Ini mengerikan, masyaAllah. Semoga segera Allah akhiri,” pungkasnya.[] Zainul Krian