Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan pembuatan jalan dari orde Baru sampai sekarang sama, masih koruptif.
“Jalan rusak itu sudah biasa di republik ini dari Sabang sampai Merauke. Juga pembuatannya dari zaman orde Baru sampai sekarang sama, masih koruptif,” tegasnya dalam diskusi Buruknya Fasilitas Jalan Raya di Daerah, Buruknya Wajah Pemerintah Daerah? Kasus Lampung, Senin (8/5/2023) di kanal YouTube PAKTA Channel (Pusat Analisis Kebijakan Strategis).
Menurutnya, tiap tahun jalan harus dilakukan reparasi atau pembetulan yang sangat mahal padahal itu minimal lima tahun bertahan tanpa harus diapa-apakan jika membuatnya benar.
“Kan kalau dihilangkan saluran air di kiri kanannya, hemat biaya. Kita tidak jelas, hanya Allah yang tahu dan aparat penegak hukum, tidak ada yang tahu itu semua masuk kantong siapa, itu rusaknya,” tegasnya.
Ia menegaskan kembali, perbaikan jalan tiap tahun itu tidak mungkin terjadi mestinya karena standar yang dibuat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu minimal tahan lima tahun tidak rusak.
“Tapi jalanan itu rusak karena konstruksi yang saya sampaikan juga dilewatinya oleh truk-truk di luar tonasenya. Kalau truk di luar tonase, ya sudah pasti hancur apalagi konstruksinya tidak bagus. Perbaikan tiap tahun itu sebenarnya tidak perlu dilakukan kalau pembuatan jalannya sesuai dengan aturan yang berlaku,” paparnya.
Menurutnya, kalau anggaran 100, mungkin hanya dipakai 70 atau 60. “Jadi kita bisa bayangkan bagaimana kualitas dari jalan itu. Dalam kontrak pekerjaan-pekerjaan sipil terdapat juga konsultan pengawas yang juga dibayar. Misalnya dibuat amdal, amdal dibuat asal-asalan,” urainya.
Terkait perilaku koruptif dalam dunia infrastruktur ini, Agus Pambagio juga menggambarkan bagaimana suatu ruas jalan yang rusak itu diperbaiki karena alasan jalan tersebut melewati rumah anggota dewan yang galak saat rapat dengar pendapat di DPR atau supaya kontraktornya anaknya, cucunya yang mengerjakan.
“Kalau seperti itu sampai kapanpun Indonesia enggak akan pernah bisa maju,” tegasnya.
Serba Cepat
Agus Pambagio juga memaparkan, selain perilaku koruptif di atas, studi yang dilakukan pemerintah tidak serius. “Kita ini bangsa ceroboh, pengen cepat selesai, pengen cepat jadi, cepet bisa dibanggakan, cepat bisa dimasukkan ke media sosial,” ujarnya.
Ia pun mencontohkan pembangunan jalan tol Trans Sumatra dari Terbang Besar hingga Kayu Agung. “Kan hancur-hancuran itu, sekitar 90 kilometer karena itu kan rawa,” jelasnya.
Menurutnya, rawa harus divakumkan terlebih dahulu baru dimasukkan cor betonnya. Tetapi karena serba ingin cepat maka belum waktunya sudah dicor agar cepat selesai.
“Apa yang terjadi? Dia akan amblas terus sampai kapan pun sehingga harus dibuatkan cara baru yang tentu cost (biaya) menjadi sangat mahal,” tambahnya.
Begitu pun di trans Jawa, lanjutnya. “Hampir tiada hari tanpa perbaikan padahal dengan cor beton itu berusia 30 tahun tanpa maintenance (pemeliharaan) harusnya, tapi baru 3 tahun sudah rusak dan itu terus begitu dan itu cost pemeliharaannya juga sangat tinggi sehingga operator jalan tol pusing karena maintenance-nya sangat tinggi,” paparnya.
“Kita kan semuanya paket hemat. Kalau paket hemat, tapi buru-buru ya jadinya begitu,” pungkasnya.[] Hanafi