Oleh: Hadi Sasongko (Direktur POROS)
KTT ASEAN-RUSIA di Sochi yang diselenggarakan 4 tahun lalu, terbukti ampuh bagi Rusia untuk mempertegas ekspansi politik dan ekonomi di Indonesia. Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Chief Executive Officer (CEO) Rosneft, Igor Sechin, di Sochi, Rusia, Jumat (20/5) lalu, telah membuahkan sebuah kesepakatan penting. Raksasa minyak asal Rusia itu akan menjadi mitra PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Padahal, sebelumnya pemerintah disebut-sebut lebih condong kepada Saudi Aramco untuk menggarap proyek bernilai ratusan triliun rupiah tersebut.
Rosneft, memenangkan tender pembangunan kilang minyak di Tuban, dengan nilai investasi mencapai 13 miliar dollar AS, atau setara Rp 175,5 triliun. Rosneft meupakan perusahaan multinasional terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Rusia dan menghasilkan berbagai macam produk perminyakan.Presiden Joko Widodo sepakat dengan pilihan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno, bahwa Rosneft yang akan bekerjasama dengan PT Pertamina (Persero) dalam pembangunan kilang Tuban. Menurut Rini, secara keseluruhan potensi ladang minyak milik Rusia mencapai 200 juta barel. Ia berharap dalam sehari setidaknya 35 ribu barel bisa diserap. Selain memiliki kapasitas produksi sebesar 320 ribu barel minyak per hari, kilang tersebut akan diintegrasikan dengan pabrik petrokimia.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, Petamina akan mengumumkan Rosneft sebagai mitra investornya untuk membangun Kilang Tuban pada Kamis mendatang (26/5). Saat ini, Pertamina dan Rosneft masih bernegosiasi untuk memfinalisasi porsi kepemilikan saham masing-masing perusahaan di kilang tersebut.
Jauh sebelum ini, Arab Saudi melalui Vice President of International Operations Saudi Aramco Said Al-Hadrami mengakui, pihaknya telah mendapat tawaran dari Pertamina untuk membangun Kilang Tuban pada 2012 silam. Belakangan, rencana itu kandas karena pemerintah tidak bisa menyanggupi permintaan Saudi untuk memberikan insentif pembebasan lahan kilang tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, pemilihan Rosneft sebagai mitra membangun Kilang Tuban bukan berdasarkan satu aspek penilaian. Poin lainnya adalah perusahaan asal Rusia itu mampu memasok minyak untuk kebutuhan pengamanan energi di Indonesia.
Dalam persoalan ini, pengelolaan migas di Tuban masih dalam spektrum kuatnya dominasi asing terjadi di sektor migas. Meskipun pemerintahan telah berganti, harapan agar pengelolaan sektor migas dikelola secara maksimal oleh BUMN sangat tipis. Pertamina hingga saat ini tetap tidak mendapatkan prioritas dalam mengelola ladang-ladang minyak dan gas, baik pada blok-blok baru maupun pada blok-blok yang telah habis masa kontraknya.
Apa yang dialami oleh Pertamina juga terjadi pada BUMN lain seperti PT Bukit Asam dan PT Antam, PT Perkebunan Nusantara dan Perhutani. Meskipun mereka dituntut untuk menghasilkan laba besar dan menyetor deviden kepada Pemerintah, mereka tidak mendapatkan prioritas dan dukungan dalam berinvestasi. Pada saat yang sama, pemerintah yang baru, sebagaimana rezim-rezim sebelumnya, terus mengobral negara ini dengan memberikan kesempatan yang luas kepada investor asing untuk memanamkan modalnya termasuk menggarap sektor-sektor yang berbasis sumberdaya alam. Akibatnya, sektor-sektor tersebut kian didominasi oleh swasta termasuk asing. Semua ini terjadi lantaran negara telah menjadikan sistem kapitalisme sebagai basis dalam pengelolaan ekonomi.
Dalam pandangan Islam, minyak bumi dan gas merupakan sumberdaya alam yang melimpah sehingga masuk dalam kategori barang milik publik (al-milkiyyah al-‘ammah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara secara profesional dan tentu bebas korupsi agar seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik.[]