Soal Biksu Singgah ke Masjid, Muslim Harusnya Paham Batasan Toleransi Beragama
Mediaumat.info – Terlepas ada tidaknya kegiatan berdoa atau ibadah para biksu yang dipersilakan singgah ke masjid, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan, para tokoh Muslim setempat seharusnya memahami batasan-batasan dari sikap toleransi antar umat beragama.
“Harusnya para tokoh Islam memahami batas toleransi antar umat beragama,” ujarnya kepada media-umat.info,” Rabu (29/5/2024).
Adalah berawal dari video viral di media sosial yang memperlihatkan rombongan 44 biksu Thudong dipersilakan untuk singgah di dalam Masjid Baiturrahmah Bengkal, Temanggung, Jawa Tengah, yang sebelumnya melakukan perjalanan spiritual untuk merayakan Waisak di Candi Borobudur.
Dalam video tersebut, tampak mereka berada di dalam masjid tengah mendoakan pihak tuan rumah sebagai rasa terima kasih karena telah diterima dan dijamu dengan berbagai makanan dengan versi agama Budha. Doa mereka pun dibalas doa lagi oleh pihak tuan rumah dengan versi agama Islam.
Karena itu, kembali Iwan mengatakan, tidaklah semua hal dalam hubungan antara umat beragama, termasuk mempersilakan umat beragama selain Islam masuk ke masjid, bisa dikategorikan sikap toleran, dan tidak semua larangan menandakan sikap intoleran.
Artinya, menolong dan menjamu kalangan non-Muslim memang bagian dari kebaikan ajaran Islam, bahkan Nabi SAW dan para sahabat sering menolong orang-orang di luar Islam. Namun, ungkap Iwan, mereka tidak pernah mencampuradukkan unsur ibadah, termasuk penggunaan masjid untuk peribadatan orang-orang kafir.
Sebagaimana diketahui bersama, masjid adalah tempat syiar agama Allah. Untuk memakmurkan masjid pun dilakukan oleh orang-orang beriman dengan shalat, dzikir, dsb., bukan dimaksudkan sebagai syiar untuk agama-agama lain.
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,” ucap Iwan, menukil QS At-Taubah ayat ke-18.
Sinkretis
Lebih jauh, mengizinkan umat agama selain Islam memasuki lantas menjadikan masjid sebagai tempat doa lintas agama seperti yang terjadi ketika itu, menurut Iwan, termasuk sinkretisme yang dilarang di dalam Islam.
“Mengizinkan masjid jadi ajang doa lintas agama adalah sikap sinkretisme yang dilarang Islam,” jelasnya, yang berarti bakal menggerus batasan toleransi yang telah diatur oleh Islam.
Tak hanya itu, sinkretisme bertentangan dengan isi dari QS al-Kafirun, yang juga berarti merusak tata cara ibadah dan memuliakan masjid, serta mencederai akidah.
Sementara, di sisi lain, tudingan intoleran dan anti kebhinekaan terhadap sikap kritis yang datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam hal ini Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis yang dengan tegas menyatakan penerimaan rombongan biksu Thudong di masjid sebagai toleransi yang kebablasan, harus dijelaskan untuk diluruskan.
“Itu harus dijelaskan dan diberikan counter opini,” tegas Iwan, seraya mengatakan bahwa tamu non-Muslim memang tidak boleh diterima di rumah ibadah umat Islam sehingga sebaiknya dilakukan di lokasi lain.
Terakhir, ia pun menekankan, hal ini penting dilakukan agar Islam tidak terus-menerus menjadi tertuduh intoleran. “Islam punya syariat tersendiri, termasuk dalam urusan ibadah. Umat jangan mau mengalah,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat