Skandal Pelecehan Seksual Terhadap Anak Memburu Para Rahib dan Menelanjangi Liberalisme!
Polemik lama tentang keterlibatan Gereja Katolik dalam pelecehan seksual terhadap anak-anak kembali mengemuka, setelah skandal yang menjerat ratusan rahib di Pennsylvania sebuah negara bagian di Amerika Serikat yang terletak di pesisir timur Amerika Serikat. Mereka dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sekitar 1.000 anak-anak. Menurut penyelidikan Jaksa Agung Pennsylvania, bahwa para rahib senior yang bertanggung jawab di gereja negara bagian dan Vatikan secara sistematis menutupi kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak. Komunitas Katolik selama beberapa dekade menghadapi tuduhan serupa terhadap puluhan ribu anak di sebagian besar dunia (aljazeera.net , 3/9/2018).
*** *** ***
Skandal pelecehan dan pelanggaran memalukan yang dilakukan oleh ratusan rahib terhadap anak-anak, serta terus terungkapnya sejumlah perlakuan buruk terhadap anak-anak di bawah umur yang dilakukan oleh para pendeta di sejumlah gereja di seluruh dunia, juga pengakuan Paus Fransiskus akan kegagalan Gereja Katolik yang tenggelam di rawa-rawa skandal dalam menghadapi pelanggaran tersebut, semua ini menunjukkan indikasi yang jelas bahwa gereja-gereja telah menjadi sarang untuk homoseksualitas dan kriminalitas, termasuk lembaran-lembaran hitam lainnya hingga sejarah gereja dan pendeta yang merendahkan para pengikutnya, serta memperbudak mereka atas nama agama, juga indulgensi (penghapusan hukuman atau siksa dosa sementara karena dosa-dosa yang telah mendapat ampunan) yang memberi diri mereka hak untuk memberikannya kepada orang-orang yang mereka kehendaki dengan klaim telah mendapat otoritas ilahi dari Paus, pemimpin Abad Pertengahan di Eropa.
Meskipun negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika telah mengadopsi kapitalisme, yaitu doktrin pemisahan agama dari kehidupan, atau sekularisme, atau doktrin “biarkan apa yang menjadi hak kaisar untuk kaisar, dan apa yang menjadi hak Allah untuk Allah”, atau doktrin jalan tengah (kompromi) yang merupakan hasil dari pergolakan panjang antara rakyat Eropa di satu pihak, dengan pihak lain yaitu gereja dan raja-raja yang memperalat agama untuk melayani semua kepentingannya, hingga akhirnya diputuskan untuk menjauhkan agama dan memisahkannya dari kekuasaan, politik serta kehidupan, dan menjadikannya hanya sebagai ritual ibadah, etika dan perilaku individu dalam gereja. Namun demikian, kapitalisme dan doktrin sekularismenya yang memberi kekuasaan membuat hukum kepada manusia, tanpa hukum Allah, tidak dapat melindungi masyarakat dari penyimpangan dan tindakan gereja yang tidak normal, menindas dan mengeksploitasinya. Bahkan, Amerika Serikat yang mengklaim telah maju, modern dan berperadaban, serta selalu menyanyikan jaminan akan hak-hak anak dan perlindungan terhadapnya, hingga mengintervensi dalam urusan negara-negara lain dan memaksa mereka untuk membuat undang-undang yang mengkriminalkan pernikahan dini dan mencegah pernikahan di bawah umur, sebab hal itu dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, justru kita mendapatkan Amerika Serikat berada di garis depan negara-negara di mana kasus-kasus pelecehan seksual kepada anak-anak oleh para rahib tersebar di dalamnya!
Tidak hanya itu kejahatan-kejahatan gereja yang telah mendistorsi wahyu dan menyimpang dari naluri, serta merestui pernikahan homoseksual, bahkan homoseksual ini merajalela di seluruh masyarakat Barat, di jalan, rumah, dan di kampus, juga jajaran tentara dan sekolah, yang melibatkan para politisi, pemimpin, dokter dan guru, sehingga semua ini mengungkapkan keberadaan cacat mendasar dalam keyakinan masyarakat Barat sekuler, dan dalam sistem kapitalis, yang telah terbukti ketidakmampuannya untuk melindungi manusia, serta kegagalannya dalam memberikan solusi dan penyelesaian setiap masalahnya. Justru sistem ini yang membuat masyarakat kacau dan menderita berbagai krisis sosial, moral, spiritual dan ekonomi yang kompleks, itu semua tidak hanya di Barat yang menganut ideologi kapitalisme sebagai dokrin dan sistem kehidupan, tetapi juga di seluruh dunia yang telah terjangkiti penerapan sistem yang rusak ini. Hal ini disebabkan karena momok pelecehan dan eksploitasi seksual, homoseksualitas dan kejahatan moral dalam segala bentuknya adalah konsekuensi alami dari penuhanan kebebasan, terutama kebebasan seksual, dan penyimpangan dari naluri manusia, serta menghubungkan kebahagiaan dengan tercapainya kesenangan fisik, yang membuat manusia seperti binatang, yang hanya mengejar pemuasan nalurinya tanpa nilai-nilai moral, spiritual dan kemanusiaan.
Ketahuilah bahwa doktrin apapun yang jauh dari nilai kemanusiaan, bertentangan dengan akalnya, dan mencabut naluri beragamanya, maka ia pasti doktrin yang rusak dan batil. Dan sistem buatan manusia manapun yang meninggalkan hukum pencitanya (Allah), sebaliknya mengambil hukum buatan manusia yang tak berdaya, yang membutuhkan lainnya, maka ia pasti sistem yang bertentangan dengan fitrah manusia, dan pasti gagal dalam membuat sistem yang baik untuk mengatur urusan kehidupan. Dengan demikian, tidak ada agama yang mengatur kehidupan umat manusia secara keseluruhan, dan menyelamatkan mereka dari dominasi dan penindasan para pendeta, rahib dan orang-orang yang rusak, serta menyelamatkan manusia dari keterpurukan budaya sekulerisme dan nilai-nilai liberalisme, selain Islam yang mengatur naluri dan mengarahkannya pada pemuasan yang tepat dan tidak menekannya agar manusia diselimuti kepuasan, kerelaan dan ketentraman tanpa harus menekan orang lain. Semua ini tentu semakin meningkatkan keyakinan kita akan kebutuhan manusia kepada negara yang mengaturnya dengan sistem dari Sang Pencipta yang Maha Mengatur, yang menciptakan manusia dan mengetahui apa yang baik bagi manusia, yaitu negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah yang in syaa Allah akan tegak kembali dalam waktu dekat! [Fatimah Bintu Muhammad]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 8/9/2018.