Mediaumat.info – Persoalan pembangunan pariwisata secara umum termasuk pembangunan beach club bermasalah yang saat ini jadi sorotan publik, menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar ini hampir-hampir out of control (tidak ada kontrol) dari pemerintah.
“Ini hampir-hampir out of control, tidak ada kontrol dari pemerintah,” ujarnya dalam Kabar Petang “Beach Club” Rusak Moral dan Lingkungan? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (25/6/2024).
Iwan menilai, jikapun ada pemerintah mengontrol itu lebih banyak benturan antara kepentingan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan juga devisa negara dengan lingkungan hidup masyarakat dan juga sosial kultural.
Kelihatannya, jelas Iwan, kepentingan untuk devisa, untuk PAD mengalahkan yang dibutuhkan oleh masyarakat tentang lingkungan hidup, tentang kebutuhan terhadap air, kawasan hijau juga, para pecinta lingkungan yang mengkhawatirkan terjadinya kepunahan binatang-binatang langka dan sebagainya dan ini sudah terjadi.
Jadi dengan begitu, menurut Iwan, yang terjadi di beach club (tempat rekreasi atau hiburan yang berada di pinggir pantai sehingga memiliki pemandangan yang indah) ini sebetulnya satu potret kecil saja, satu puzzle saja dari kerusakan lingkungan akibat pembangunan pariwisata yang ugal-ugalan.
“Karena memang selalu mengedepankan pendapatan daerah dan juga devisa, tidak lagi berpikir tentang dampak kerusakan lingkungan dan juga nanti ada kerusakan yang lainnya,” bebernya.
Wisata dalam Islam
Iwan juga menjelaskan, dalam Islam, wisata dibolehkan selama tidak keluar dari koridor ajaran Islam. “Nah, ini boleh hukumnya,” tandasnya.
Namun demikian, jelas Iwan, di dalam negara yang menerapkan syariat Islam, wisata itu menjadi salah satu sumber pemasukan negara, itu bisa, jadi tapi akan menjadi nomor urut yang paling bawah.
“Kenapa? (Karena) masyarakat Muslim ini akan diminta untuk punya daya saing secara pendidikan, secara industri secara militer, dengan bangsa lain,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan, sumber pendapatan negara Islam itu dari sumber daya alam, kemudian ghanimah, dari jizyah, humus, fa’i, kharaj. “Jadi, wisata itu kita akan batasi hanya untuk warga lokal,” jelasnya.
Apalagi, ungkapnya, bila ternyata kedatangan turis mancanegara itu ghalabatudz dzann (dugaan kuatnya) akan merusak nilai-nilai Islam di masyarakat.
“Bisa jadi mereka mukhabarat (intelijen), datang pura-pura sebagai turis untuk kemudian memata-matai kondisi dalam negeri kaum Muslim untuk dilaporkan kepada negara induk mereka. Itu bukan cerita, sudah banyak intelijen itu mereka menyamar sebagai turis,” terangnya.
Maka di dalam kehidupan Islam, ujarnya, wisata itu hanya dibuka untuk warga lokal saja, untuk kaum Muslim, rakyat di dalam negara Islam dan kalaupun ada turis datang maka akan terikat dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara negara.
“Sementara kita ini akan membangun daya saing di bidang industri pendidikan dan militer bukan di dalam pariwisata,” pungkasnya. [] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat