Mediaumat.info – Rencana pemerintah menaikkan pajak kendaraan sepeda motor yang menggunakan bahan bakar fosil dengan alasan ‘demi mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sebagai upaya menekan polusi udara’, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar sebagai rencana kebijakan yang keterlaluan.
“Rencana pemerintah menaikkan pajak sepeda motor bensin ini keterlaluan! Menunjukkan pemerintah egois, tidak berpihak pada rakyat, dan hanya menguntungkan oligarki termasuk pejabat pebisnis kendaraan listrik,” tegasnya kepada media-umat.info, Jumat (19/1/2024).
Ia pun menyebutkan empat alasannya. Pertama, menaikkan pajak itu jelas menambah beban rakyat, padahal ekonomi baru saja menggeliat.
Iwan mengungkapkan, sebelumnya PPN baru saja dinaikkan menjadi 11 persen. Dan itu sudah merupakan tambahan beban hidup.
Iwan melihat, pemerintah seperti tutup mata kalau sepeda motor bensin itu digunakan mayoritas rakyat untuk mencari nafkah, terutama untuk angkutan usaha atau penumpang.
“Pemerintah ingin cari untung dari menambah derita rakyat,” ucap Iwan.
Kedua, menaikkan pajak tidak otomatis rakyat beralih ke motor listrik. Menurut Iwan, tidak semua rakyat punya cukup uang untuk mengganti kendaraan bensin atau membeli motor listrik.
“Bisa jadi masyarakat malah terjerat utang baru karena terpaksa membeli motor listrik. Maka semakin tercekiklah hidup rakyat,” terangnya.
Ketiga, bicara pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan bakar fosil, Iwan membeberkan, ada persoalan yang lebih besar dan penting untuk diselesaikan oleh negara, yakni kerusakan alam akibat pertambangan batu bara juga pencemaran udara akibat PLTU berbahan bakar batu bara.
Mengutip data yang dikeluarkan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), ia menyebut polusi PLTU batu bara di Provinsi Banten menyebabkan 1.470 kematian setiap tahun dan menimbulkan kerugian kesehatan hingga Rp14,2 triliun.
Selain merusak lingkungan, jelas Iwan, tambang batu bara juga membahayakan keselamatan dan kesehatan warga. Juga, menghancurkan mata pencaharian warga seperti peladang atau nelayan.
“Nah, kalau warga diminta beralih ke motor listrik dengan alasan ramah lingkungan, ini ada persoalan ‘gajah’ di depan mata tapi tidak pernah diselesaikan,” ungkapnya.
Keempat, pemerintah begitu ngotot alih teknologi ke kendaraan listrik, menguatkan kecurigaan ini permainan oligarki yang berbisnis di sana. Ironinya ada nama sejumlah menteri yang bermain di sana.
“Artinya, kebijakan ini kebijakan lebih dominan bisnis ketimbang kemaslahatan rakyat,” pungkas Iwan. [] Agung Sumartono