Siyasah Institute: Kriminalitas Remaja Secara Kuantitas dan Kualitas Meningkat dan Meluas
Mediaumat.id – Menanggapi kabar salah satu santri di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur yang tewas usai diduga dianiaya seniornya setelah dituduh mencuri uang, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan kriminalitas, terutama kekerasan remaja secara kuantitas meningkat dan meluas.
“Meski belum ada data resmi, tapi secara kuantitas saya perkirakan meningkat dan meluas hingga ke daerah, bukan hanya di kota-kota besar,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Ahad (12/3/2023).
Menurut Iwan, indikator problematika remaja saai ini semakin akut. Hampir setiap hari ada berita remaja atau pelajar terlibat kriminalitas, terutama kekerasan.
Secara kualitas, kata Iwan, tindak kriminalitas dengan pelaku remaja juga meningkat, dalam tindak kekerasan. Contohnya, para remaja/pelajar ini gunakan senjata tajam dan tidak sungkan membunuh lawan baik secara acak seperti klitih di Yogyakarta, ataupun dengan menyasar pihak tertentu seperti dalam kasus Mario Dandi atau pembacokan pelajar oleh pelajar di beberapa daerah.
Iwan melihat, para remaja bukan sekadar terbawa circle (lingkungan) pertemanan orang dewasa, tapi juga sebagai otak dan eksekutor. Misalnya ketika merencanakan pencabulan hingga pemerkosaan pada korban, caranya dengan mengundang via media sosial, atau mengajak ke tempat indekos, atau mencekoki minuman keras dan sebagainya. Termasuk juga berusaha menipu warga dan aparat agar tidak dicurigai sebagai pelaku.
Islam Jadi Solusi
Iwan melihat, Islam menjadi solusi terbaik untuk masalah remaja ini. Untuk mengaplikasikannya harus dengan tiga hal. Pertama, harus ada pembinaan terhadap orang tua atau keluarga, karena keluarga adalah sekolah pertama untuk anak-anak. Kondisi pelajar dan remaja amat ditentukan oleh kualitas keluarga.
“Bertambahnya tingkat kriminalitas remaja juga indikasi banyak keluarga di Indonesia yang bermasalah. Sebab itu keluarga harus diperbaiki agar selaras dengan nilai-nilai Islam,” jelasnya.
Kedua, Indonesia hadapi persoalan nilai-nilai yang makin permisif dan makin antisosial yang didapat lewat tayangan film, bacaan dan pertemanan di media sosial. Hal ini mempengaruhi kepribadian remaja. Karenanya harus ada perombakan tatanan nilai sosial, dan cuma Islam yang punya nilai sosial yang luhur.
Ketiga, harus ada efek jera berupa sanksi pidana. Dalam sistem hukum sekarang, remaja seringkali dapat keringanan karena dipandang di bawah umur. Dalam Islam, remaja yang masuk usia aqil baligh, minimal usia 15 tahun, sudah dikategorikan orang dewasa dan mereka bertanggung jawab atas perbuatannya. Karena itu dalam Islam, mereka juga sudah harus mendapatkan sanksi orang dewasa, kalau mereka mencuri kena sanksi potong tangan, kalau membunuh ada sanksi qishash. “Dengan sistem pidana Islam, maka angka kriminalitas remaja bisa diredam,” pungkas Iwan.[] Agung Sumartono