Mediaumat.info – Setiap gelaran pemilihan umum (pemilu) di dalam sebuah sistem pemerintahan demokrasi, dinilai Pengamat Sosial dan Politik Iwan Januar, sebenarnya rakyat sedang memilih tirani baru yang minoritas.
“Dalam demokrasi itu sebetulnya rakyat sedang memilih tirani baru, tiraninya minoritas,” ujarnya dalam Lawan Arus: Pemilu Demokrasi Ternyata Lebih Jurang dari Jurang, Ahad (21/1/2024) di kanal YouTube Media Umat.
Pun menurut Iwan, tak sedikit regulasi yang dilahirkan dari sistem ini justru berpihak pada kepentingan segelintir elite penguasa yang notabene didominasi para pengusaha yang selalu mengatasnamakan rakyat.
Tak ayal ia pun menyebut perkara ini sebagai bagian dari kecacatan demokrasi. “Itulah cacat dari demokrasi yang telah menciptakan kekuasan yang bertumpu pada yang sekarang kita kenal dengan oligarki,” terangnya.
Artinya, dengan tetap mengatasnamakan rakyat, demokrasi dijadikan kedok bagi kelompok yang menggunakan kekayaan dalam menentukan kebijakan politik dan memilih pejabat publik tersebut untuk kepentingannya itu.
Ambil misal, Omnibus Law dalam UU Cipta Kerja. “Itu jutaan orang, mereka itu protes, itu kan mereka enggak setuju tapi enggak ada artinya karena begitu sudah diketok palu, selesai,” ungkap Iwan.
Padahal sebelumnya, UU tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dengan istilah inkonstitusional bersyarat. Namun dengan gerak cepat pemerintah pun mengeluarkan perppu yang kemudian menghidupkan kembali UU tersebut.
Pun demikian dengan disahkannya revisi UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi undang-undang, membawa angin segar bagi pengusaha tambang terutama para pemegang kontrak karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara yang selanjutnya disebut PKP2B.
“Undang-Undang Minerba ini misalnya, menguntungkan hanya tujuh sampai delapan pengusaha besar batu bara, itu enggak kemudian bisa digagalkan oleh rakyat karena mereka (oligarki) yang menentukan,” bebernya.
Selain itu, ungkap Iwan, tentang Perppu Ormas yang juga demikian cepat menjadi undang-undang. Dengan kata lain, di dalam demokrasi, ketika terdapat UU yang dipandang sudah tidak sesuai dengan kepentingan oligarki, maka seketika mereka ubah.
“Ketika dalam demokrasi itu ada satu undang-undang yang mereka pandang ini enggak sesuai dengan kepentingan mereka bukan rakyat, tapi kepentingan oligarki, itu mereka bisa ubah” cetusnya.
Tugas Politisi Muslim
“Ini menjadi PR bagi para politisi Muslim dan para juru dakwah untuk kemudian menyampaikan kondisi tentang demokrasi memang sudah cacat sejak DNA-nya, sejak genetis demokrasi sudah cacat,” tuturnya.
Sebab, fakta seperti inilah yang menurut Iwan, banyak dari kalangan masyarakat belum mengetahui.
Sehingga sekali lagi ia menegaskan, sebagai politisi Muslim harus pula menyampaikan sistem alternatif yang datangnya dari Yang Mahabaik.
Adalah sistem Islam yang sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW, berlanjut Khulafaur Rasyidin dan hampir 14 abad setelahnya mampu menciptakan kondisi yang sangat luar biasa bagi seluruh warga negara, termasuk non-Muslim sekalipun.
“Ini malah yang terbaik yang langsung datang dari langit yang sudah dilaksanakan sejak zaman Nabi, Khulafaur Rasyidin kemudian hampir 14 abad dan menciptakan kondisi yang sangat luar biasa bagi umat,” pungkasnya. [] Zainul Krian