Siyasah Institute: Cabut Izin Tambang Ilegal, Gibran Tak Paham Pertambangan dan Hukum
Mediaumat.info – Menanggapi pernyataan Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka terkait solusi penanganan tambang ilegal dengan cara mencabut izinnya, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyebut Gibran tidak paham persoalan pertambangan dan hukum di negeri ini.
“Pernyataan Gibran soal solusi penanganan tambang ilegal dengan cara mencabut izinnya, menandakan ia tidak paham persoalan pertambangan dan hukum di negeri ini,” ujarnya kepada media-umat.info, Senin (22/1/2024).
Menurut Iwan, pertambangan ilegal jelas tidak berizin. Pertambangan ilegal lahir dari kongkalikong pengusaha tambang, aparat serta pejabat yang bersangkutan dengan masalah ini. Ini adalah simbiosis mutualisme antara pengusaha tambang ilegal dengan aparat, pejabat bahkan parpol.
Iwan mengatakan, bahwa Kementerian Pertambangan telah merilis data di tahun 2022 ada 2.741 tambang ilegal, dan sampai sekarang tidak jelas penanganannya. Selain itu UU pertambangan yang jadi dasar regulasi juga tidak berpihak pada rakyat, hanya menguntungkan raksasa bisnis pertambangan.
“Para pengusaha tambang itu ibarat digelar karpet merah untuk mengeruk kekayaan alam yang harusnya milik umum,” jelas Iwan.
Solusi Islam
Iwan menegaskan, solusi masalah pertambangan harus dengan solusi Islam. Sebab solusi Islam adalah solusi yang tepat dan terbaik. Islam menjadikan pertambangan dengan deposit yang besar menjadi milik umum yang harus dikelola negara, dan hasilnya dikembalikan pada rakyat dengan berbagai bentuk kebijakan seperti subsidi, atau produk jadinya semisal BBM atau gas alam.
Hukum pertambangan dalam Islam ini, menurut Iwan, berdasarkan kebijakan Nabi SAW yang menarik kembali pemberian tambang garam yang semula diberikan pada Abyadh bin Hammal. Semula Nabi berikan secara pribadi, tapi setelah mendapat informasi bahwa deposit tambang garam itu berlimpah maka Nabi batalkan kebijakan tersebut. Adapun tambang dengan deposit atau jumlah kecil diizinkan oleh syariat untuk dikelola pribadi.
“Dengan hukum syara seperti ini bakal tercipta kemakmuran, karena rakyat merasakan hasil kekayaan alamnya,” beber Iwan.
Terakhir Iwan mengungkapkan, persoalannya adalah dasar dan hukum tata kelola pertambangan tersebut. Hari ini Indonesia menganut sistem kapitalisme yang melakukan liberalisasi atau privatisasi sektor SDA.
“Maka korporatlah yang diberikan jatah oleh penguasa. Karenanya baik tambang legal maupun ilegal hari ini sama-sama batil,” pungkas Iwan. [] Agung Sumartono