Siyasah Institute Beberkan Dua Faktor Utama Keluarga Indonesia Belum Membaik

Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar membeberkan dua faktor utama terkait masih banyaknya keluarga di tanah air yang belum membaik. “Ada dua sebab utama,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (10/1/2023).

Pertama, secara berkepanjangan nilai-nilai liberalisme yang melahirkan budaya hedonisme dan individualisme masuk ke lingkup keluarga Indonesia.

Menurutnya, tingginya budaya yang memandang bahwa hedonism (paham kesenangan/kenikmatan) merupakan tujuan hidup itu terlihat dari naiknya tren perselingkuhan dan prostitusi yang melibatkan perempuan remaja, dewasa bahkan wanita yang sudah menikah.

“Tingkat konten dan konsumsi pornografi di media sosial yang semakin tinggi juga tanda masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim terpapar hedonisme,” bebernya menambahkan.

Sementara perilaku individualistik tampak dari tingginya konflik dalam keluarga yang berujung KDRT maupun perceraian, hingga kemudian penelantaran anggota keluarga oleh suami ataupun istri.

Di saat yang sama nilai-nilai agama terus dijauhkan dari masyarakat. Misalnya, isu radikalisme, moderasi beragama, bahkan keluarga Muslim diproses sedemikian rupa agar menjauh dari ajaran agama dengan alasan menghindari sikap fanatisme beragama.

Kedua, kebijakan negara yang tak berpihak pada kepentingan masyarakat. “Lolosnya KUHP yang baru membuka peluang perzinaan dan perselingkuhan, karena keduanya menjadi delik aduan absolut,” terangnya.

Artinya, pasangan yang berzina atau kumpul kebo tidak bisa lagi dicegah masyarakat selama tidak ada pengaduan dari keluarga ke kepolisian. Bahkan warga yang mencegah bisa dipidanakan karena melanggar KUHP.

Makin Berat

Tak ayal, harapan untuk hidup sejahtera juga masih angan-angan karena justru kehidupan warga semakin berat dengan kenaikan PPN, BBM, krisis pertanian akibat beragam kondisi seperti pencabutan subsidi pupuk, inflasi, kenaikan iuran BPJS, lemahnya rupiah terhadap dolar, dan masih merosotnya perekonomian negara.

Sedangkan dana BLT hanya bersifat sementara. Pun, kata Iwan, nominalnya yang jauh dari mencukupi kebutuhan hidup, jangkauannya hanya menyasar sedikit keluarga di tanah air.

Belum lagi beban cicilan utang, pembangunan IKN, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dsb., yang menurut Iwan, juga jauh dari menyejahterakan rakyat. “Proyek-proyek itu tidak langsung berdampak pada kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.

Untuk itu, jelasnya, dengan melihat sejumlah kebijakan yang terus berlangsung itu, akan sulit berharap keluarga di tanah air akan membaik secara materi dan mental.

Keadaan ini, sambungnya, jelas akan merugikan negeri ini, khususnya kaum Muslim. Sebab, keluarga adalah bagian awal dari pembentukan masyarakat dan negara. “Bisa dibayangkan bila banyak keluarga di tanah air terdampak kondisi negatif, maka dalam hitungan satu dekade kerusakan ini akan meluas,” prediksinya.

Oleh karena itu, beber Iwan, untuk melakukan perubahan, terutama aspek sosial, dakwah Islam menjadi satu kewajiban yang penting. Di antaranya, menanamkan nilai-nilai Islam yang menentramkan dan optimisme di tengah keluarga, serta berupaya meluruskan arah umat dalam hidup bernegara menuju kehidupan yang religius dan menjamin nilai-nilai kemanusiaan sesuai prinsip ajaran Islam.

Tanpa itu, perubahan apa pun tak akan ada artinya. “Bahkan bisa jadi kian memperburuk kondisi kaum Muslim,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: