Siyasah Institute: Agama Kristen Gagal Tata Kehidupan Masyarakat Eropa

Mediaumat.info – Jeratan hukum hingga vonis bersalah terhadap seorang tokoh agama atau pengkhotbah Kristen di Inggris, usai protes soal aborsi di depan klinik baru-baru ini, dinilai sebagai bentuk kegagalan dari agama gereja tersebut dalam menata kehidupan masyarakat.

“Semua tidak lepas dari kegagalan agama Kristen menata kehidupan masyarakat di Eropa,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Ahad (4/2/2024).

Adalah pengkhotbah Kristen dari Inggris, Stephen Green, divonis bersalah usai protes soal aborsi di area sekitar zona penyangga klinik aborsi.

Pengadilan Magistrat Uxbridge menjatuhkan hukuman berupa pembebasan bersyarat selama 12 bulan dan denda sebesar £2.426.

Green dianggap melanggar perintah polisi karena aksinya di zona penyangga di area klinik MSI Reproductive Choices pada Februari 2023 di London Barat.

Bahkan tak hanya itu, sambung Iwan, dengan mengatasnamakan agama Kristen, pernah terjadi eksploitasi kehidupan masyarakat.

Seperti dikutip dari laman World Atlas, misalnya. Selain ekonomi, alasan terkuat bangsa Eropa menjajah adalah karena agama. Kampanye militer berbasis agama dimaksud dimulai sejak tahun 1095 dengan Perang Salib.

Akibatnya, sambung Iwan, muncul kebencian luar biasa terhadap aturan-aturan agama, dalam hal ini sekularisme berikut demokrasi yang berprinsip liberalisme.

“Lahirlah sekulerisme yang selanjutnya melahirkan paham demokrasi yang menjamin kebebasan atau liberalisme,” jelasnya.

Tak ayal, jelas Iwan, Eropa pun semakin jatuh dalam kehidupan yang tidak memanusiakan masyarakatnya sendiri. Seperti makin maraknya aborsi, anak-anak yang lahir diluar nikah, anak-anak yang tidak jelas orang tuanya, dsb.

Hanya Islam yang Mampu

Karena itu, kata Iwan, penting untuk umat memahami bahwa ideologi paling tepat menggantikan kapitalisme, berikut sekularisme dan kebebasan ala demokrasi di dalamnya, hanyalah Islam.

Pasalnya, Islam bukan sekadar agama spiritual seperti Kristen atau agama-agama lain. Lebih dari itu, Islam memiliki perangkat hukum sangat jelas yang mampu melindungi kehidupan manusia seluruhnya.

Karena itu, tak heran pula ketika akhir-akhir ini gelombang konversi warga Eropa ke dalam agama Islam semakin bertambah. “Semua karena melihat Islam sebagai agama yang membawa kebaikan untuk mereka,” terangnya.

Hanya, kata Iwan lebih lanjut, saat ini belum ada satu pun negara yang menerapkan dan mengemban Islam sebagai ideologi. Yang ada justru negeri-negeri Muslim di dunia menganut kapitalisme yang berbalut Islam untuk mengkamuflase rakyatnya sendiri.

Artinya, kehidupan umat Islam saat ini sarat dengan aturan kapitalisme. Sedangkan cara Islam lebih banyak mengatur urusan spiritual dan moral belaka.

Untuk itu, kaum Muslim harus senantiasa berjuang agar Islam sebagai ideologi kembali membumi. “Diterapkan dari akar sampai ke daunnya, kemudian diemban ke seluruh dunia untuk mengubah dunia menjadi bagian dari kehidupan Islam,” paparnya.

Lantas terkait solusi Islam seputar aborsi sendiri, Iwan menjelaskan bahwa para ulama bersepakat bila usia kandungan telah mencapai 4 bulan lebih, haram dilakukan pengguguran, kecuali terdapat alasan medis yang kuat yakni mengutamakan keselamatan nyawa sang ibu.

Kendati demikian, para fuqaha sendiri juga berbeda pendapat tentang aborsi kandungan di bawah usia 4 bulan ini. Malahan Syeikh Abdul Qadim Zallum memfatwakan, usia kandungan yang boleh digugurkan/aborsi adalah saat usia kandungan belum mencapai 40 sampai 42 hari.

“Artinya, ketika kandungan seorang bayi belum mencapai usia 40 sampai 42 hari maka boleh digugurkan (dengan alasan medis yang kuat), namun bila telah berada di atas bulan tersebut, maka haram untuk dilakukan aborsi,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Share artikel ini: