Siyasah Institute: Ada Spirit Pelemahan Pemberantasan Korupsi dari Eksekutif dan Legislatif
Mediaumat.info – Terkait pemberantasan korupsi di negeri ini terkhusus skandal korupsi yang menimpa Ketua KPK Firli Bahuri, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar, menduga ada spirit pelemahan pemberantasan korupsi dari eksekutif dan legislatif.
“Ada spirit pelemahan pemberantasan korupsi dari eksekutif dan legislatif,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (28/12/2023).
Menurut Iwan, meskipun Dewan Pengawas KPK akhirnya menetapkan Firli Bahuri selaku pimpinan KPK melakukan pelanggaran berat dan diiminta mengundurkan diri, Keputusan Dewan Pengawas KPK ini sebenarnya terlambat dan memperlihatkan di internal KPK, khususnya DP KPK tidak punya ketegasan dalam membersihkan institusi pemberantasan korupsi itu dari sejumlah skandal yang mencederai citra lembaga tersebut.
Terpuruk
Iwan melihat, sekurang-kurangnya ada dua penyebab terpuruknya citra KPK. Pertama, ketidaktegasan DP KPK. Terkait kejahatan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri, Iwan menilai, DP KPK tidak tegas menindak sejumlah pelanggaran berat yang dilakukan para pimpinan KPK yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.
Bahkan saat Firli Bahuri sudah menjadi tersangka kasus pemerasan Mentan Sahrul Yasin Limpo, Dewas KPK masih belum memberikan sanksi maksimal.
Kedua, pemerintah setengah hati memberantas korupsi. Iwan membeberkan, pengakuan Agus Rahardjo, mantan pimpinan KPK, yang mengatakan pernah mendapat perintah beberapa kali presiden untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi e-KTP terhadap Setya Novanto adalah bukti negara justru melindungi perilaku korup.
“Belum lagi pernyataan sejumlah menteri seperti Menkoinves Luhut Binsar dan Mendagri Tito yang keberatan dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap sejumlah kepala daerah,” bebernya.
Sedangkan legislatif, kata Iwan, punya andil dalam skandal pimpinan KPK, karena mereka yang menyeleksi dan memilih para pimpinan KPK. Padahal nama Firli, seperti pengakuan Agus Rahardjo punya jejak rekam negatif di KPK. Namun DPR malah mengabaikan tawaran KPK untuk melihat jejak rekam tersebut. DPR pula yang mengebiri UU KPK. Akibatnya kekuatan KPK semakin berkurang dalam pemberantasan korupsi.
Terakhir, Iwan mengungkapkan, bahwa demokrasi yang melahirkan pemerintah tersebut berisi orang-orang parpol dan koleganya. Jelas mereka punya kepentingan mengamankan diri dari penindakan korupsi. Sehingga janji pemberantasan korupsi hanya jargon, pada praktiknya baik eksekutif maupun legislatif tidak bakal mendukung sepenuh hati.
“Maka, sampai kapan pun pemberantasan korupsi di tana air tetap berat bila iklim politiknya adalah demokrasi yang membuka celah tindak korupsi,” pungkas Iwan.[] Agung Sumartono