Siyasah Institute: Ada Persoalan Besar di Dunia Remaja Indonesia

 Siyasah Institute: Ada Persoalan Besar di Dunia Remaja Indonesia

Mediaumat.info – Menyoroti seringnya terjadi tawuran pelajar, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai, ada persoalan besar di dunia remaja Indonesia.

“Ada persoalan besar di dunia remaja kita di Indonesia di kalangan pelajar, yang ini sayangnya tidak di-capture oleh pemerintah dan juga tidak dicari solusi tuntasnya,” ungkapnya di Kabar Petang: Hop…Hop…Stop Tawuran! melalui kanal YouTube Khilafah News, Selasa (1/10/2024).

Ia menyebut setidaknya lima faktor peyebab yang membuat problem remaja itu muncul. Pertama, ada problem di tengah keluarga para pelaku tawuran. Kedua, pertemanan atau jaringan pertemanan yang tidak sehat.

“Jadi circle (lingkungan) mereka adalah circle yang memprovokasi kebencian, permusuhan bahkan sampai tindak pembunuhan,” jelasnya.

Iwan menambahkan, kalau sampai ada temannya itu bisa membacok, membunuh itu dianggap keren, hebat dan ratingnya naik.

Ketiga, secara umum masyarakat juga cenderung diam, “walaupun sekarang saya perhatikan sudah semakin tumbuh kesadaran di masyarakat, mulai berani menghentikan tawuran beramai-ramai. Dan saya kira itu memang harus dilakukan.”

Keempat, sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku tawuran terbilang ringan, apalagi bila pelaku tawuran dianggap masih di bawah umur, maka rata-rata dibebaskan, padahal yang dilakukan sudah sangat keji luar biasa.

Kelima, sistem pendidikan di Indonesia ini sudah gagal membentuk karakter remaja yang positif.

Keterampilan Hidup

Ia menyesalkan, banyak orang tua yang tidak mau meningkatkan life skill (keterampilan hidup) sebagai orang tua, bagaimana menjadi ayah, bagaimana menjadi ibu, bagaimana mengayomi anak.

“Banyak orang tua tidak punya keterampilan di dalam mendidik anak, hanya menyerahkan anak-anak ke sekolah, tidak berpikir bahwa anak harus dibentuk karakternya menjadi karakter yang positif, yang islami,” sedihnya.

Menurutnya, problem itu muncul karena tidak sedikit orang yang menikah tidak memiliki bekal mempersiapkan diri menjadi suami, menjadi istri, menjadi orang tua.

“Ini kan problem! Nah kalau sudah begitu kan gimana bisa terbuka, bisa dialog dengan anak? Apa yang mau disampaikan pada anak kalau mereka juga tidak punya ilmu, tidak punya bekal, tidak punya pandangan, tidak punya roadmap (peta jalan) anak itu mau dibawa ke mana, mau diarahkan ke mana?” mirisnya.

Iwan berharap, terjadi pembenahan dulu di tengah keluarga, dan bagi yang mau menikah hendaknya memiliki bekal untuk siap menjadi pendidik untuk anak-anaknya.

Sekuler

Dalam analisisnya, intensitas tawuran di kalangan remaja yang semakin meningkat baik kuantitaif maupun kualitatif ini juga merupakan produk kegagalan sistem pendidikan di tanah air yang mengadopsi sistem sekuler.

“Oleh karena itu harus disingkirkan paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Kenapa harus disingkirkan? Karena yang menjadi rem, yang menjadi pencegah, yang bisa menjadi pengontrol, di dalam diri anak itu ya iman dan takwanya,” jelasnya.

Dengan iman takwa itu, ucapnya, akan muncul rasa takut kepada Allah sehingga menjadi rem paling ampuh bagi siapapun, terutama pelajar dalam melakukan tindakan tawuran.

“Jadi memang ini problemnya sangat sistemis, harus diselesaikan secara komprehensif dan secara menyeluruh,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *