Sistem Peradilan Islam: Cepat, Tepat dan Praktis
Oleh: M. Nur Rakhmad, SH (Direktur Advokasi LBH Pelita Umat Korwil Jatim)
Filosofi penegakan hukum yang diangan-angankan oleh Penegak Hukum di negeri kita tercinta Indonesia raya yang bercermin sistem civil law yaitu Fiat justitia ruat caelum, artinya Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Yang merupakan Kalimat ini diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM).
Warga negara biasa di Indonesia sering kali merasa frustrasi ketika berusaha mendapatkan keadilan baik di Hukum publik ataupun Hukum privat yaitu di dalam penerapan Hukum Pidana, Tata Usaha Negara, Perdata atau bahkan sekulerisasi Hukum di ruang lingkup peradilan Agama, karena ruwetnya proses hukum yang berlaku di sini. Baik di tingkatan Rana penyidikan dan penyelidikan yang belum memberikan kepuasan keadilan penegakan Hukum bagi korban kejahatan yang masih rawan terjadinya gratifikasi, standarisasi penetapan Tersangka hingga naik ke kursi pesakitan menjadi Terdakwa hingga menjadi narapidana. Atau bahkan di ruang perdata dalam penyelesaian sengketa yang di harapkan mendapatkan keadilan di hadapkan dengan peluang penerapan Hukum rawan melalui politik transaksional warisan penjajah masih terus berlaku. Meskipun vonis sudah ditetapkan, para pihak masih bisa mengajukan banding ke pengadilan tinggi sehingga putusan hukum harus tertunda.
Ketika pengadilan tinggi sudah mengambil keputusan, para pihak masih bisa lagi mengajukan kasasi. Maka putusan hukum kembali tertunda. Akibatnya, dalam sistem peradilan warisan penjajah Belanda ini ribuan kasus tertunda dan mengantri di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, sementara kasus-kasus baru terus bertambah setiap hari.
Apalagi jika terjadi benturan jika terjadi kejahatan dalam ranah pidana dihadapkan dengan sengketa perdata yang membuka ruang pemberian efek jera dalam penerapan sanksi bisa tertunda. Realitas semacam ini hanya akan mendorong para pelaku kejahatan, yang mengerti seluk-beluk sistem peradilan, mengulur-ulur putusan hukum. Sebab, sekalipun vonis sudah dijatuhkan, mereka masih bisa mengajukan banding dan kasasi, sehingga keputusan hukum bisa ditunda. Wajar bila dalam kasus sengketa tanah, misalnya, bisa memakan waktu bisa memcapai lebih dari 20 tahun untuk sampai keputusan di tingkat kasasi MA. Itupun masih ada lagi upaya hukum yang disebut PK atau peninjauan kembali. Jadi kapan keadilan itu akan datang?
Dalam konsep Islam, hal seperti ini harus diakhiri, sistem yang berbelit-belit dan bertele-tele ini. Dalam sistem peradilan Islam, putusan hukum yang dibuat oleh qadhi atau hakim adalah putusan yang final. Tidak ada lagi mahkamah banding. Jadi, tidak ada satu pun pihak yang dapat merubah putusan qadhi itu. Kecuali jika vonis tersebut bertentangan dengan syariah Islam yang pasti (qath’iy), yang tidak ada ikhtilaf di dalamnya; atau ketika hakim mengabaikan fakta yang pasti, tanpa alasan yang jelas. Bahkan selain memberi efek jera juga memberikan peluang sebagai penebus dosa Karena penegakan Hukum dimunculkan Dari ketaqwaan individu bagi pemeluknya dan solusi pemberi keadilan bagi agama lainnya.
Bila terjadi penyimpangan – penyimpangan seperti itu, maka kasus tersebut bisa dibawa ke Mahkamah Madzalim. Dengan cara inilah, publik bisa mendapatkan keadilan dalam waktu yang singkat, dan tidak membebani pengadilan dengan antrian kasus yang sangat panjang. Para pelaku kejahatan pun tidak bisa lepas dari rasa takut, karena vonis yang ditetapkan pengadilan akan segera dieksekusi.
Maka ini menjadi sebagai solusi alternatif satu-satunya bagi penegakan Hukum yang masih mengharapkan keadilan terlahir di negeri Ini. Dan sangat jelas yang merindukan agar sistem ini segera berlaku di negeri ini adalah orang-orang terpilih bukan pribadi yang didalam dirinya mengedepankan asas manfaat warisan penjajah yang sangat jelas tidak memuaskan akal, sesuai fitrah manusia Dan menentramkan jiwa. Yang bahkan dalam dekade 13 abad sistem ini berlaku hanya ditemukan puluhan Kasus kejahatan saja, tidak seperti hari ini hampir ratusan bahkan ribuan Kasus terjadi tiap harinya. Allahua’lam bisshawwab…[]