Sikap Tegas Selesaikan KDRT, Praktisi: Justru Tak Menyelesaikan Persoalan
Mediaumat.id – Pernyataan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) agar ada sikap tegas sebagai penyelesaiannya ditanggapi oleh Praktisi Hukum Ahmad Khazinudin.
“Seruan-seruan untuk bersikap tegas, membuat garis merah itu, bukan menyelesaikan persoalan KDRT tapi justru memicu persoalan rumah tangga semakin bermasalah,” tuturnya di acara Kabar Petang: Cegah KDRT! melalui kanal Youtube Khilafah News, Senin (10/10/2022).
Menurutnya, hal-hal yang sifatnya privat bisa diselesaikan secara domestik, dengan misalkan memanggil pihak dari keluarga untuk melakukan mediasi, memberikan nasehat, memberikan saran, pandangan, pendapat.
“Tapi kalau tindakannya bentar-bentar ini KDRT dilaporkan ke polisi saya meyakini itu akan meruntuhkan banyak lembaga rumah tangga,” khawatirnya.
Ia menilai, ada problem perspektif dalam KDRT yaitu faktor kehidupan masyarakat sekuler liberal yang menyebabkan runtuhnya harmoni keluarga, sehingga hubungan-hubungan keluarga tidak diikat dengan ikatan yang kokoh.
Agar ikatan keluarga kokoh, kata Ahmad, harus melihat pernikahan dari perspektif agama (Islam) bahwa rumah tangga itu dalam kerangka ibadah.
“Karena ibadah maka masing-masing menginsyafi hubungan hak, kewajiban, kewenangan, dan tanggung jawab, sehingga ukuran membagi hak dan kewajiban bukan atas dasar persamaan matematis, tapi bagaimana syariat mengatur,” jelasnya.
Dalam konteks ini, sambung Ahmad, seorang istri tidak merasa suami itu sangat determinan dalam keluarga sehingga dia merasa seperti di bawah tekanan suami atau di bawah penguasaan suami karena istri memahami bahwa kewenangan, kewajiban dan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga itu ada pada suami.
“Ketika dia diminta untuk taat kepada suami, bukan karena ada relasi tak berdaya dirinya pada suami tapi karena ada relasi ketaatan kepada Allah SWT. Karena itulah, dia menaati apa yang diperintahkan suami, sepanjang perintah tadi dalam perkara yang mubah. Lain soal kalau perintah suami tadi diminta untuk melanggar apa yang diwajibkan atau melaksanakan apa yang diharamkan,” urainya.
Ahmad mengingatkan, agar dalam membangun rumah tangga jangan sampai bukan atas dasar niat ibadah sehingga akan sangat mudah digoyah gelombang problem rumah tangga, apalagi kalau sekadar aktualisasi atau pelampiasan rasa sepi.
“Jadi seorang yang sudah berkomitmen rumah tangga tentu harus menyadari bahwa rumah tangga yang dibangun adalah perjanjian yang kokoh bukan untuk sehari dua hari tapi insyaAllah sampai akhir hayat,” tandasnya.
Di titik itulah, lanjutnya, syariat mengatur hubungan kewajiban, kewenangan, juga tanggung jawab. “Suami punya kewajiban untuk menjaga istrinya. Dia harus melihat istrinya itu sebagai sahabat terlepas tanggung jawab atau kepemimpinan itu ada pada suami. Suami tidak boleh melihat relasi dengan istrinya sebagai relasi atasan dan bawahan, tapi sebagai seorang sahabat,” tambahnya.
Pukulan Mendidik
Sebagai bagian dari tanggung jawab suami mendidik istri, ungkap Ahmad, syariat Islam memberi kewenangan satu pukulan sebagai pukulan mendidik untuk memberikan penegasan bahwa istri itu harus menaati suami.
“Jadi dalam perspektif Islam ketika ada kekerasan dalam bentuk pemukulan, ini bukan kekerasan dalam pengertian maksiat tapi pukulan mendidik sehingga tidak bisa dipidanakan,” tandasnya.
Pukulannya pun, tegasnya, bukan pukulan yang membahayakan dan membuatnya luka serta tidak boleh di wajah.
Ahmad tidak menampik tampilan data KDRT yang semakin meningkat dari Kemenpppa. “Fakta angka-angka yang luar biasa tadi justru mengonfirmasi ada masalah, ada yang salah dalam relasi hubungan rumah tangga yang dijalani banyak keluarga saat ini,” tegasnya.
Penyebab Utama
Penyebab utama timbulnya perpecahan dan berujung kepada KDRT, kata Ahmad, adalah sistem sekuler, liberal yang materialistis.
“Dalam sistem sekuler ini memang berat menunaikan kewajiban suami misal memberi nafkah untuk keluarga, ini bisa menjadi masalah. Istri kalau tidak punya pemahaman bahwa suami sudah berusaha maksimal dan dia juga harus bersabar bahwa ini adalah ketentuan Allah, ini bisa memicu cekcok bahkan bukan hanya berujung pada KDRT tapi perceraian,” jelasnya.
Termasuk perselingkuhan baik laki-laki maupun perempuan yang berujung KDRT ini faktor utamanya adalah faktor liberal, gaya hidup bebas. “Seorang istri tidak membatasi dirinya dengan siapa dia bergaul. Seorang suami juga tidak membatasi dirinya bergaul berinteraksi. Tidak boleh khalwat dengan wanita asing tapi dia lakukan. Akhirnya dalam kekosongan iman setan menggoda sehingga perselingkuhan atau perzinahan terjadi,” ungkapnya.
Semua ini, sambung Ahmad, harusnya membawa kepada pencarian akar masalah serta solusi yang paripurna. “Akar masalahnya bagaimana kita mengembalikan rumah tangga ini agar menjadikan syariat Islam sebagai acuan dalam mengelola rumah tangga,” tukasnya.
Selain itu, tambah Ahmad, wajib mendorong negara untuk memberantas interaksi-interaksi yang bertentangan dengan syariat yang memicu terjadinya kekerasan rumah tangga baik karena perselingkuhan atau karena ekonomi.
“Membahas KDRT tidak bisa lepas dari peran dan fungsi negara bagaimana negara bisa menyediakan lapangan kerja sehingga suami bisa memenuhi kewajiban nafkah, sehingga tidak terjadi cekcok urusan nafkah. Tayangan media pun harus bersih dari unsur mengundang syahwat dan maksiat,” urainya.
Sekali lagi, Ahmad menekankan bahwa solusi tuntas KDRT adalah mengacu pada syariat Islam. “Tata kehidupan yang tidak sesuai syariat Islam banyak menimbulkan problem salah satunya KDRT,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun