Sikap Iran ke Rusia dan Palestina Hingga Sanksi Uni Eropa, Pengamat: Pahami Dahulu Pola Persekutuan Politik Internasional

 Sikap Iran ke Rusia dan Palestina Hingga Sanksi Uni Eropa, Pengamat: Pahami Dahulu Pola Persekutuan Politik Internasional

Mediaumat.id – Sebelum menanggapi lebih jauh sikap Iran yang lebih condong ke Rusia berikut dugaan pasokan pesawat nirawaknya (drone), daripada melawan Israel yang tengah menjajah Palestina, publik harus memahami dahulu pola persekutuan negeri-negeri Muslim di kancah politik internasional.

“Sebelumnya kita mesti memahami mengenai pola persekutuan dalam politik internasional,” ujar Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari kepada Mediaumat.id, Kamis (20/10/2022).

Termasuk, sambung Iranti, terhadap negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim dengan kepala negara atau pemerintahannya yang juga Muslim.

Contoh kasus, kata Iranti mengawali, pada satu sisi Uni Eropa sigap sekali menindak Iran yang menurut mereka telah memasok drone ke Rusia untuk penyerangannya ke Ukraina, tetapi di sisi lain ketika Amerika Serikat (AS) melakukan sokongan kepada Israel untuk menjajah Palestina, itu malah diam saja.

“Di sini ada polanya, bahwasanya baik Uni Eropa, Rusia, kemudian Amerika sekalipun, dalam kasus Palestina dan Israel itu jelas mendukung ke siapa,” lanjut Iranti kembali menerangkan.

Sebagaimana diinformasikan, Uni Eropa berencana menjatuhkan sanksi terhadap Iran karena negara itu diduga mengirimkan drone ke Rusia, yang disinyalir pula dipakai untuk menyerang Ukraina.

Isu sanksi tersebut bahkan menjadi topik utama dalam pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa di Luksemburg pada Senin (17/10) lalu. “Drone Iran tampaknya digunakan untuk menyerang wilayah tengah Kyiv. Ini merupakan kekejaman,” kata Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod.

Begitu juga Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu, seperti dikutip Reuters, mengatakan bahwa sanksi harus dikerjakan secepatnya.

Maka, lanjut Iranti, ketika publik memahami negara-negara Barat atau siapa pun yang memberikan dukungan kepada Israel, mereka akan berusaha menjatuhkan siapa pun yang memiliki ikhtiar melawan Israel.

Maka itu pula, kata Iranti lagi, akan wajar apabila Uni Eropa menindak Iran. Pun secara fakta, dalam kasus Israel-Palestina, Iran lebih memihak Palestina dalam hal sesama negeri Muslim, ketimbang Israel.

Artinya, ketika Uni Eropa mengetahui posisi Iran dalam kasus Israel-Palestina itu memihak ke Palestina, maka ia tak heran apabila Uni Eropa lebih kepada menindak Iran, tetapi tidak terhadap AS perihal sokongan atau dukungannya ke Israel.

Sehingga pola persekutuan di sini, menurut Iranti, sangatlah penting untuk dipahami terlebih dahulu. Pasalnya tidak serta-merta dalam satu kasus, semua negara akan bersepakat.

“Dalam konflik-konflik yang lain mereka boleh jadi mendukung pihak-pihak yang berbeda. Sehingga dalam kasus seperti misalkan dalam hal konflik Rusia-Ukraina ini pun mereka akan tetap menjadikan posisi negara tersebut, contohnya dalam hal ini Iran dalam kasus Israel-Palestina, sebagai dalih untuk melawan Iran,” jelasnya.

Sekuler

Lebih jauh, pola persekutuan dimaksud juga menjadi sangat wajar jika dilihat dari sudut pandang politik internasional yang, menurutnya, sangat sekuler (tidak menjadikan agama sebagai landasan dalam melakukan aktivitas politik).

Padahal, jumlah negeri Muslim saat ini lebih dari 50 negara bangsa. Sehingga, menurutnya, sangat mampu memberikan pembelaan signifikan atas Palestina yang saat ini tengah dijajah Israel.

Lantas menjawab tak bisa bersatunya negeri-negeri Muslim membantu Palestina, layaknya Eropa di bawah naungan Uni Eropa dalam hal membela Ukraina dari gempuran Rusia, misalnya, Iranti mengatakan bahwa kata kuncinya ada pada kata persatuan.

“Jawabannya berarti memang ada pada kata persatuan atau unity,” tandasnya.

Artinya, umat Islam tidak cukup mengatakan, toh sudah ada persatuan berwujud Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), tetapi harus melihat lagi apa yang dijadikan landasan dari organisasi kerja sama antar pemerintahan negeri Muslim sedunia tersebut.

“Kita lihat lagi apa landasan dari berbagai organisasi atau berbagai persatuan-persatuan dari entitas negara bangsa ini,” ucapnya.

“Apakah yang mereka gunakan kemudian adalah kepentingan-kepentingan pragmatis atau yang digunakan justru adalah standar syariat Al-Qur’an dan sunah?” sambungnya.

Sebabnya kendati ada OKI sekalipun, kata Iranti, tetap tidak bisa memberikan penyelesaian tuntas atas isu Israel-Palestina.

Oleh karena itu, baik OKI atau siapa pun yang katanya tengah melakukan penyelesaian konflik peperangan antara Israel dan Palestina, sebenarnya tidak menggunakan landasan yang benar yaitu syariat dan juga Al-Qur’an dan sunah.

Itulah alasan mengapa lebih dari 50 negara bangsa, negeri-negeri kaum Muslim tak bisa menjadi penolong Palestina. “Al-Qur’an dan sunah itu hanya menjadi hal-hal yang kita lakukan dalam basis spiritual saja, tetapi tidak digunakan dalam basis politik, dalam basis ekonomi, dalam basis bermasyarakat, berbangsa bernegara,” terangnya.

Tak ayal, dalam menangani penjajah seperti Israel yang sudah nyata-nyata menumpahkan darah Muslim Palestina, para penguasa negeri Muslim tidak menggunakan hukum-hukum Allah SWT.

Padahal sebagaimana dipahami, sikap seorang Muslim dalam menyikapi penjajahan Israel atas Palestina sudah ditentukan oleh-Nya. “Sudah ditetapkan oleh Allah bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi penjajah,” tukasnya.

“Akhirnya apa? Membebeknya sama orang-orang yang memihak kepada penjajah yaitu Amerika, Uni Eropa dan negara-negara Barat lainnya,” lanjutnya.

Sehingga secara tidak langsung, kata Iranti, terbentuklah semacam lingkaran setan. “Ribut setiap tahun, ribut setiap masa ketika Palestina diserang oleh Israel, tetapi tidak berani menurunkan pasukan militer untuk secara nyata melawan vis a vis Israel itu sendiri,” sesalnya.

Sementara pada saat yang sama, negeri-negeri kaum Muslim sebenarnya memiliki sistem persenjataan yang cukup kuat. Sebutlah Turki, Iran, Indonesia, Malaysia dan yang lainnya.

Hanya dikarenakan terkungkung kepentingan-kepentingan yang bisa jadi malah balik terancam sanksi apabila turut menyerang Israel, mereka pun tidak berani ambil resiko. “Siapa yang memberikan sanksi? Amerika, PBB dan lain sebagainya,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *