Oleh : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Alhasil, ormas itu sah sebagai organisasi terlarang. Kasus bermula saat Menkumham membubarkan HTI pada 2017 dengan berdasarkan undang-undang ormas. HTI tidak terima dan menggugat ke PTUN Jakarta. Pada 7 Mei 2018 PTUN Jakarta menolak gugatan HTI. Vonis itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta pada September 2018. HTI tak terima dan mengajukan permohonan kasasi. Apa kata MA? “Tolak kasasi”, demikian dilansir website MA, Jum’at (15/2/2019) (http://news.detik.com/berita/d-4430074/tok-ma-sahkan-pembubaran-hti).
Dengan keputusan MA tersebut, maka lengkaplah sudah kedzaliman rezim saat ini terhadap ormas Islam HTI. Hal itu bisa dilihat dari beberapa hal penting dan mendasar sebagai berikut.
Pertama, rezim yang berkuasa saat ini, telah melakukan framing jahat dan fitnah melalui media mainstrem dengan bombastis membuat headline HTI resmi dilarang. Padahal perlu ditegaskan kepada rezim untuk diketahui publik, bahwa keputusan MA tersebut hanyalah mencabut Badan Hukum Perkumpulan (BHP)-HTI saja, bukan menyatakan HTI sebagai organisasi terlarang. Karena tidak ada satupun diktum dalam amar keputusannya yang menyatakan HTI sebagai organisasi terlarang. Yang ada hanyalah menyebutkan HTI adalah organisasi yang dicabut badan hukumnya, artinya dia menjadi organisasi yang tidak berbadan hukum. Dan dalam undang-undang ormas disebut ada organisasi yang tidak berbadan hukum dan ada organisasi yang berbadan hukum, dan dua-duanya legal menurut undang-undang tersebut. Maka menyebut HTI sebagai oraganisasi terlarang, merupakan tindakan yang melanggar hukum dan inkonstitusional, serta merupakan tindakan fitnah yang keji tanpa dasar. Berdasarkan hal itu, maka siapakah yang sesungguhnya melakukan tindakan yang inkonstitusional?
Kedua, rezim yang berkuasa saat ini, tidak pernah bisa membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh ormas HTI. Itu artinya rezim saat ini telah memposisikan dirinya sebagai penguasa yang sangat otoriter dan dzalim terhadap aktivitas dakwah. Karena sesungguhnya HTI adalah entitas yang hanya berktivitas dalam bidang dakwah, menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh elemen masyarakat, tidak lebih dari itu. Tentu saja, jika rezim ini bersikap objektif, pastilah mereka tidak bisa menunjukkan kesalahan HTI. Apakah HTI melakukan tindakan korupsi? tidak pernah. Justeru kebijakan rezim inilah yang “melegalkan” para koruptor bisa mencalonkan diri menjadi caleg dan eksekutif. Apakah HTI melakukan tindakan terorisme? tidak pernah. Justru rezim saat inilah yang “melegalkan” tindakan terorisme OPM (Organisasi Papua Merdeka), dengan membiarkan dan tidak pernah melarang serta memberangusnya, meski secara nyata telah merongrong dan melakukan tindakan makar terhadap negeri ini. Apakah HTI pernah menampung anak-anak PKI? tidak pernah. Justru rezimlah yang telah “melegalkan” anak-anak PKI bisa masuk sebagai wakil rakyat. Bahkan mereka dengan terang-terangan menulis buku “Saya Bangga Sebagai Anak PKI”. Dan hal itu ditengarai mendapatkan restu dari rezim saat ini. Apakah HTI pernah menjual aset negara? tidak pernah. Justru rezim-lah yang telah menjual aset negara ini kepada asing dan aseng. Dengan melihat fakta itu, lalu siapakah yang sebenarnya mengancam dan membahayakan negeri dan bangsa ini?
Ketiga, menunjukkan secara nyata bahwa rezim saat ini adalah rezim yang sungguh sangat represif dan anti Islam, karena yang paling pokok yang dipersoalkan dari HTI adalah dakwah HTI yang dengan jelas dan tegas mendakwahkan khilafah. Lalu apa yang salah dengan mendakwahkan khilafah?, padahal khilafah adalah bagian penting dalam ajaran Islam, bahkan para ulama menyebutnya sebagai tajul furudh (mahkota kewajiban). Banyak referensi kitab mu’tabar yang menjelaskan tentang kewajiban mewujudkan khilafah, sebagai contoh, (1) “Para Imam (yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) rahimakumullah, telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu, dan bahwa kaum muslimin wajib mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syi’ar-syi’ar agama, dan menolong orang-orang yang dizalimi” (Lihat: Syaikh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab “al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-‘Arba’ah, Juz V halaman 614), (2) “Seluruh golongan Ahlus Sunnah, Murji’ah, Syi’ah, dan Khawarij telah sepakat mengenai kewajiban Imamah (khilafah) dan bahwa umat wajib mena’ati Imam yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah, dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syari’at yang dibawa Rasulullah SAW” (Lihat: Ibnu Hazm dalam kitab “al-Fashlu fil Milal wa al-ahwa an Nihal, Juz 4 halaman 87). Dan tentu masih banyak kitab-kitab yang lain dari para ulama’ salaf (terdahulu) maupun khalaf (kontemporer) yang menjelaskan kewajiban atas kaum muslimin mewujudkan kembali khilafah.
Oleh karena itu, tindakan mempersekusi dan mengkriminalisasi ajaran Islam beserta entitas yang mendakwahkannya, menunjukkan dengan jelas bahwa rezim yang berkuasa saat ini adalah rezim anti Islam. Dan karena itu, rezim yang seperti ini tidak boleh dibiarkan terus berkuasa di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia. Karena dialah yang justeru akan mengancam dan membahayakan negeri dan bangsa ini. Waapadalah !!!… Wallahu a’lam[]