“Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad, wa asyghili adz-dzolimin bi adz-dzolimin”
Alunan sholawat riuh redam dari aula gedung di kawasan Sawojajar, Malang. Bergemuruh, menyejukkan, seolah Kota Malang seluruhnya beroleh berkah sholawat atas Nabi besar Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Bocah-bocah berpakaian putih-putih berlarian di sekitaran gedung, mengitari ibu-ibu mereka, sebagian juga digendong sang ayah. Mereka bukan sekadar peserta pengajian peringatan Isra Mikraj di pagi hari Sabtu cerah (14/4) itu. Sebagian dari bocah-bocah qurrota a’yun itu juga pengisi acara, pembaca kalamullah yang mulia, pelantun puisi dan nasyid penuh ghiroh perjuangan, tak kalah bila disebut bintang utama pengajian yang diadakan Majelis Taqorrub Ilallah asuhan KH. Abdul Basith al-Hafidz (Gus Basith) itu.
Padahal selayang pandang di atas panggung, berjajar pula para ulama, kiyai, dan tokoh-tokoh kharismatik Kota Malang, Batu, dan sekitarnya. Terang lagi nampak, mereka semua meng-amini apa yang tertulis pada backdrop acara dengan khat Diwani itu: “Tsumma takuunu khilaafatan ‘alaa minhaajin nubuwwah,” sebuah hadits yang berisi harapan segenap umat Islam. Bagaimana tidak?
Abah Qoyum (KH. Abdul Qoyyum), pimpinan Majelis Ta’lim Pondok Bambu Al-Islam sekaligus koordinator Forum Komunikasi Ulama (FKU) Aswaja Malang Raya itu menyatakan secara lugas dalam tausiyahnya:
“Hanya Khilafah satu-satunya yang bisa menyelamatkan umat di Rohingya, Palestina, Suriah, dan seluruh penjuru dunia dari segala penjajahan.”
Seiya-sekata, al-Ustadz Azizi Fathoni, pengajar ma’had Syaraful Haramain menuturkan tausiyah ilmiah yang sarat kutipan-kutipan ulama:
“Tanpa adanya Imam a’dhom, urusan komprehensif secara menyeluruh tidak akan terurus, niscaya yang kuat akan menguasai yang lemah, penjahat akan menguasai orang yang mulia, orang yang alim.”
Tak cukup beliau berdua, berbagi tausiyah mencerahkan pula Drs. H. Martono, M.M., ketua Komunitas Islam Kaffah Kota Malang (KIFAMA), dengan gayanya yang cair, interaktif, dan menghibur menuturkan penuturan yang tidak kalah penting, bahwa liberalisme dan turunannya berupa Kapitalisme & Kolonialisme adalah sesat-menyesatkan, penyebab puncak segala kerusakan. Bahwa kerusakan umat dimulai dari sistem Ekonomi Liberal, dimotori para Kapitalis mewujudkan kolonialisme. Hutang berbasis riba menimpa Negara yang tidak dapat lunas meski dalam 7 keturunan, menjadikan ketergantungan yang amat sangat.
“Kita menantikan pemimpin yang menjunjung Syariah Islam secara total, dialah Khalifah,” pungkas da’i senior ini.
Masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang juga memberikan penuturan senada, sebutlah KH. Ridloi, KH. Misbachul Munir, KH. Mashuri, dan Kyai Sul’an. Selain para pembicara, nampak pula di atas panggung, Kyai Bahron Kamal, Kyai Alwan, dan lainnya.
Begitu ta’dzim peserta, yang dalam bilangan ada sekitar 1000 orang itu dalam aula gedung, mengikuti jalannya pengajian. Tidak sedikit yang tetap menyimak sekalipun di luar gedung karena tempat di dalam sudah penuh.
Di penghujung acara, agenda dilanjutkan dengan foto bersama bentangan spanduk yang cukup fenomenal. Mekanismenya, spanduk bertuliskan tagar #KhilafahAjaranIslam dan #ReturnTheKhilafah diusung oleh beberapa pemuda ke atas panggung secara bergantian, lalu peserta beramai-ramai memfoto sekaligus mem-posting ke media sosial secara serempak.
Animo peserta amat tinggi, sehingga seolah semua menyatu sebagai satu entitas yang memiliki kesamaan pemikiran dan perasaan. Tanpa kenal lelah, tanpa kenal menyerah dalam upaya mengagungkan syi’ar Islam.
Sekalipun acara dimulai pukul 08.00 pagi dan ditutup pada pukul 11.20 siang saja, gemuruh acara ini dapat dirasakan hingga nasional. Agenda doa bersama menjadi pemungkas acara.