Para Pembenci Islam Makin Pongah, Lelah dan Kalah
Oleh : Dr. Ahmad Sastra | Dosen Filsafat dan Peradaban
Ibarat pepatah, sudah jatuh ketimpa tangga pula. Setelah dizolimi, kini HTI difitnah pula. Tentu hampir seluruh masyarakat Indonesia masih mengingat bagaimana drama pencabutan BHP ormas Islam HTI yang sempat menjadi perbincangan hangat dalam sidang PTUN Jakarta.
Pro kontra begitu menguat atas keputusan rezim yang dinilai otoriter. Tapi jika melihat fakta persidangan, maka bisa diambil kesimpulan bahwa rezim lebih banyak menggunakan logika kekuatan yakni kekuasaan dibanding kekuatan logika.
Berbagai argument yang diajukan HTI dalam persidangan selalu dijawab secara tidak rasional dan tidak proporsional. Konstruksi argumen yang dibangun oleh ahli yang dihadirkan pemerintah juga banyak ditemukan kekeliruan berfikir. Mereka lebih tepat disebut emosionalitas dibanding rasionalitas.
Meski hanya dihapus BHP nya, yang maknanya ormas HTI tidak bubar dan tidak terlarang, namun narasi yang dibangun justru seolah HTI adalah ormas terlarang yang sudah dibubarkan. Ada yang lupa, bahwa masyarakat sekarang sudah cerdas dan berani, tidak seperti zaman orde lama dan orde baru. Alih-alih masyarakat mengecam HTI, mereka justru berbondong-bondong bersimpati kepada HTI.
Padahal faktanya, PTUN Jakarta hanya menguatkan status pencabutan BHP HTI, tidak ada amar putusan PTUN Jakarta yang menyatakan pembubaran HTI atau menyatakan HTI sebagai ormas terlarang, tidak ada sama sekali. Termasuk amar yang menyatakan khilafah sebagai ajaran terlarang juga tidak ada. Sementara TAP MPRS no XXV/1966 justru dengan tegas melarang ajaran marxisme/leninisme, atheisme dan komunisme.
Tanpa ragu dan takut banyak masyarakat yang memberikan dukungan kepada HTI untuk terus malukukan dakwah Islam. Masyarakat lebih cerdas dan memahami bahwa HTI hanyalah ormas Islam yang sedang mealaksanakan dakwah kepada masyarakat, itu saja.
Saat dituduh anti pancasila, HTI justru terbukti tidak pernah korupsi, kolusi, nepotisme dan menjual aset negara. Anehnya di negeri ini, justru yang menuduh HTI anti pancasila itulah biang kerok korupsi. Beberapa orang yang dengan congkak menuduh dan menfitnah HTI, kini sedang meringkut di tahanan KPK.
Ada keunggulan dakwah HTI yakni dengan pendekatan intelektualitas, bukan kekerasan. Dakwah HTI mengajak masyarakat untuk berdialog secara rasional dan argumentatif. Secara substansi, isi dakwah HTI adalah sebuah kepeduliaan terhadap nasib buruk negeri ini dibawah hegemoni sistem kapitalisme dan liberalisme. Bahkan saat disintegrasi Timor-Timur, HTI justru memberikan kritik tajam dan berharap Timor-Timur tidak lepas dari Indonesia.
Dengan misi inilah kemudian HTI berinteraksi dengan semua kalangan di negeri ini dengan memberikan tawaran konsep dan solusi yakni sistem Islam. HTI hanya menawarkan dan tidak pernah memaksa kepada siapapun. Sebab dakwah adalah kewajiban, sementara hidayah adalah hak Allah, sementara kemenangan adalah kehendak Allah.
Sayangnya, HTI berkembang dalam negara yang miskin narasi. Argumentasi rasional yang dikonstruk HTI demi kebaikan negeri ini ibarat segelas susu tapi dibalas dengan air tuba. Argumentasi rasional dibalas dengan persekusi emosional. Dakwah Islam dibalas dengan dendam dan kebencian. Idealisme dibalas dengan otoriterisme. Narasi intelektual dibalas dengan logika dangkal.
Semua tuduhan kepada HTI seperti anti pancasila, anti kebhinekaan, radikal, memecah belah bangsa terbantahkan. Tak ada satupun tuduhan rezim bisa dibuktikan dalam persidangan. Rezim lebih banyak berilusi dibanding berargumentasi. Inilah kesalahan terbesar rezim ini, mulut berbusa memuja demokrasi, tapi kepada dakwah Islam justru melakukan persekusi.
Tidak sampai disini, setelah puas menzolimi, kini HTI dihadapkan dengan oknum-oknum yang menfitnah. Istilah ditunggangi HTI sempat viral di sosmed. Istilah ditunggangi HTI jika dikaitkan dengan obyeknya, maka menunjukkan kebodohan dan kedunguan. Fitnah itu tanda mereka tidak paham apa itu HTI.
Fitnah yang masih viral misalnya terkait dengan kalimat tauhid yang dikaitkan dengan HTI, padahal kalimat itu adalah kesaksian seorang muslim. Berbagai fitnah keci dialamatkan kepada panji Rasulullah tersebut.
Tulisan tauhid dikaitkan dengan HTI, padahal itu adalah tulisan yang mampu menyatukan umat Islam sedunia. Anehnya, masyarakat justru berbondong-bondong menggunakan kalimat tauhid itu, bukan malah takut. Itu bukti kebodohan fitnah. Ironisme banyak diantara para penfitnah itu mengaku sebagai muslim. Benar ucapan Rasulullah akan adanya fitnah akhirnya zaman yakni munculnya ulama su’ yang lebih berbahaya dari dajjal.
Beberapa waktu yang lalu, atribut bendera tauhid dirampas, namun tiba-tiba ada spanduk atas nama HTI justru dibiarkan. Ini bukti kebodohan fitnah. Kaum penbenci Islam akan menggelontorkan dana untuk menfitnah Islam, begitulah sejarah bertutur. Sementara fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan.
Bicara khilafah, maka sejak nabi Adam diciptakan Allah adalah untuk menjadi seorang khalifah, yakni pengelola bumi. Khalifah secara bahasa adalah pengelola bumi, manusia dan kehidupan. Hakekat semua manusia adalah khalifah, sementara khilafah adalah wadah yang sejalan dengan konsep khalifah itu. Sebab bumi itu milik Allah, maka Allah yang berhak membuat konsep pengelolaannya.
Sementara demokrasi kapitalisme sekuler atau komunisme atheis justru dua ideologi busuk yang terbukti telah merusak alam semesta, manusia dan kehidupan. Tanpa ada pondasi moral, kedua ideologi itu hanya berorientasi materialisme duniawi semata. Kedua ideologi itu bahkan tidak percaya akherat dan agama.
Jadi soal khilafah itu bukan soal HTI, tapi konsepsi yang dibangun Allah dalam al Qur’an sebagaimana telah dilakukan oleh Rasulullah dalam daulah Islam di Madinah. Karena nabi terakhir adalah Muhammad, maka sistem khilafah adalah sistem ketatanegaraan yang paling modern dibandingkan sistem kerajaan, republik dan demokrasi.
Jadi khilafah adalah milik seluruh kaum muslimin sedunia yang telah dijanjikan oleh Allah, memperjuangkannya adalah kewajiban. Kalimat tauhid adalah kalimat visi hidup dan matinya seorang muslim. Keselamatan dan kesengsaraan di akherat justru ditentukan oleh kalimat tauhid ini.
Fitnah super dungu adalah saat menyamakan antara HTI dengan PKI. Padahal PKI anti tuhan, anti agama dan kejam. Sementara HTI justru sebaliknya, menyembah Allah, mencintai Islam, dakwah damai dan cinta perdamaian. Menyamakan HTI dengan PKI adalah kedongoan terbesar abad ini.
Tapi sudah jadi sunnatullah ‘takdir sejarah’ akan munculnya kaum pembenci Islam. Sudah sejak zaman Nabi Adam setan telah berhasil menunggangi manusia untuk berbuat jahat. Kaum pembenci Islam adalah mereka yang ditunggangi setan. Sebab setan membenci ajaran yang dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul.
Maka yang terpenting sekarang adalah masyarakat muslim jangan mau diadu domba dan harus cerdas. Teruslah perjuangankan sistem Islam agar bisa menggantikan sistem busuk demokrasi, sekulerisme, liberalisme, kapitalisme dan komunisme di negeri ini, hingga Allah mendatangkan pertolonganNya. Tetaplah beriman dan bertaqwa kepada Allah, karena disitulah letak keberkahan hidup di negeri ini.
Sebagaimana Rasulullah yang terus difitnah dan dipersekusi oleh kaum kafir dan munafik, begitulah juga dengan dakwah Islam hari ini. Biarkan kaum kafir makin congkak seperti fir’aun, tapi ia tersungkur binasa pada akhirnya. Biarlah kafir dan munafik makin pongah, tapi mereka akan kalah. Biarlah para begundal komunis makin kesetanan tebar fitnah, tapi mereka akan segera musnah.
Semoga Allah meridhoi kita semua dan segera membinasakan para pembenci Islam. Dunia ini sudah ditepi perubahan. Saatnya bangkit menyongsong datangnya peradaban mulia. Saatnya berjuang menyambut janji Allah. Allahu Akbar.
[AhmadSastra,KotaHujan,18/09/18 : 09.30 WIB].