Mediaumat.news – Pernyataan “memerangi radikalisme” yang disampaikan Presiden Jokowi terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto dinilai tidak memiliki dasar hukum.
“Sehingga seruan ‘memerangi radikalisme’ yang disampaikan Presiden Jokowi sangat disayangkan karena dapat dinilai sebagai seruan yang tidak memiliki dasar hukum,” ujar Sekjen LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan dalam rilis yang diterima Mediaumat.news, Sabtu (12/10/2019).
Menurutnya, Indonesia adalah negara hukum sehingga perlu terdapat kepastian hukum agar seseorang tidak mudah distigmatisasi dan dipersekusi. “Apabila seruan Presiden misalnya ‘mari perangi terorisme’ dan/atau ‘mari perangi narkotika’, maka seruan tersebut memiliki dasar hukumnya. Sementara ‘radikalisme’?” tanyanya retoris.
Ia menegaskan sampai saat ini dasar hukumnya tidak ada. Tidak terdapat pula definisi konkret dan/atau unsur-unsur apa saja yang dapat disebut radikal berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dan tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa radikal termasuk perbuatan yang dapat dipidana.
Chandra menyebutkan apabila seruan yang disampaikan Jokowi “memerangi radikalisme…” dikaitkan dengan pelaku “serangan” terhadap Wiranto, tidak tepat. “Karena atas dasar apa? Apakah sudah ada proses pembuktian bahwa pelakunya adalah terpapar radikal? Apa yang dimaksud radikal? Hingga saat ini tidak terdapat definisi kongkret dan/atau unsur-unsur apa saja yang dapat disebut radikal berdasarkan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Sementara terdapat berita yang menyatakan pelaku penusukan Wiranto, Syaril Alamsyah alias Alam bahwa rumahnya tergusur proyek pembangunan Tol Trans Sumatera yang digencarkan Jokowi.
“Apabila motif yang dilakukan pelaku adalah ‘sakit hati’ karena rumahnya tergusur, maka pernyataan presiden terkait ‘memerangi radikalisme’ dapat dinilai pernyataan tergesa-gesa dan dapat dinilai sedang membangun narasi,” bebernya.
Pernyataan “memerangi radikalisme” dikhawatirkan pula oleh Chandra berpotensi terjadinya stigmatisasi dan persekusi terhadap seseorang yang dinilai berseberangan karena mengkritik kebijakan pemerintah, semisal terdapat mahasiswa yang di DO dengan tuduhan radikal atau terdapat dosen diberhentikan/dipecat dengan tuduhan radikal.[] Joko Prasetyo