Mediaumat.news – Analis Senior dari Pusat kajian dan Analisis data (PKAD) Fajar Kurniawan menyebut golputnya separuh warga Surabaya dalam Pilkada kemarin adalah karena rasa apatis terhadap perubahan melalui Pilkada.
“Saya kira rendahnya angka partisipasi pemilih dalam Pilkada kali ini sebagian besarnya karena banyaknya masyarakat yang apatis terhadap adanya perubahan melalui Pilkada,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Ahad (13/12/2020).
Fajar juga mengungkap, pada 2015 masyarakat Surabaya juga apatis karena salah satu calon yang maju merupakan petahana sehingga dianggap tidak akan terjadi banyak perubahan. Sedangkan tahun ini, masyarakat tidak berharap perubahan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang karut marut.
“Sementara di tahun ini, dengan adanya praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan yang karut marut di banyak daerah, menyebabkan masyarakat menjadi apatis. Karena berpandangan bahwa siapa pun yang terpilih maka tidak akan banyak berpengaruh pada perkembangan Kota Surabaya dan masyarakat menilai siapa pun yang terpilih akan relatif sama saja (tidak terlalu berpengaruh). Dan siapa yang akan terpilih lebih banyak ditentukan oleh seberapa banyak kemampuan logistik dari calon atau pemodal yang mem-back up calon tersebut,” ungkapnya
Selain itu, menurutnya, maraknya praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) termasuk korupsi menjadi salah satu hal yang mungkin paling disorot oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga semakin sadar bahwa pemimpin yang terpilih sangat dipengaruhi oleh pemodal di belakangnya.
“Masyarakat juga semakin menyadari bahwa siapa yang pada akhirnya terpilih menjadi bupati/wali kota atau gubernur itu sangat tergantung pada dukungan dari kaum pemodal. Merekalah yang sesungguhnya punya kekuatan riil untuk menentukan siapa yang harus menjadi kepala daerah dan termasuk bagaimana strategi yang ditempuh untuk mewujudkan itu, salah satunya adalah dengan politik uang. Ini sudah menjadi rahasia umum pelaksanaan pemilu maupun pilkada di Indonesia,” bebernya.[] Billah Izzul Haq