Mediaumat.info – Dalam sengketa maritim di Laut Cina Selatan (LCS) dengan negara Cina, Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D., menyatakan negeri-negeri Islam di Asia Tenggara hendaknya mulai merancang kekuatan sendiri secara mandiri dan jangan jadi pengekor negara besar.
“Umat Islam (Indonesia, Malaysia, Brunei) semestinya tidak selalu menjadikan patokan berpikirnya hanya memilih koalisi dengan negara besar untuk melindungi kepentingannya, tapi mulai merancang meningkatkan kekuatan sendiri secara mandiri agar tidak selalu menjadi pengekor negara besar,” ujarnya kepada media-umat.info, Selasa (2/4/2024).
Pasalnya, saat ini Filipina menjadikan Amerika Serikat sebagai penyokongnya dalam melawan Cina dalam kasus LCS.
Meski sengketa di LCS saat ini sangat sengit terjadi hanya antara Cina dengan Filipina, namun Hasbi meyakini masalah serius akan melebar ke negeri Islam Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Hal itu disebabkan selama ini memang Cina bersengketa dengan banyak negara terkait LCS. Terkhusus negara-negara yang berbatasan dengan kawasan ini yakni Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam.
Menurutnya, Cina selalu menggunakan pendekatan historis untuk mengklaim kawasan lautan yang sangat luas ini, padahal telah ada undang-undang hukum laut internasional UNCLOS (1982) yang mengatur batas-batas laut setiap negara.
Sehingga wajar jika negara-negara di Asia Tenggara merasa terancam jika Cina mengklaim wilayah mereka sebagai bagian dari Cina. Hal itu dilakukan Cina sebagai alat untuk menekan dan mengontrol kawasan Asia Tenggara untuk kepentingan Cina sendiri, belum lagi potensi sumber daya alam yang terkandung di dalam lautnya, selain itu LCS juga menjadi salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia.
Indonesia
Hasbi melihat, Indonesia sendiri sebenarnya juga terdampak dari klaim ini. Hal itu disebabkan wilayah Natuna juga berbatasan dengan wilayah yang diklaim oleh Cina, karena itulah Indonesia menetapkan wilayah itu dengan memberi nama Laut Natuna Utara dan Indonesia melakukan aktivitas penambangan di sana meski dikecam oleh Cina atau bahkan terkadang dimasuki oleh nelayan dan tentara laut Cina di wilayah Natura Utara tersebut.
Hasbi menilai, selama ini memang negara-negara Asia Tenggara melakukan politik perimbangan melalui kebijakan lebih mendekat kepada AS dengan peningkatan kerja sama militer dan latihan militer bersama yang rutin dilakukan.
“Karena memang secara global, yang bisa diharapkan saat ini, jika tidak dekat dengan Cina dan Rusia, pasti ke AS dan NATO. Hanya dua opsi itu saja. Tapi sayangnya, dua pihak itu ibarat dua setan raksasa yang tidak ada maslahatnya memilih antara keduanya kecuali mudharat yang besar bagi negeri-negeri Islam,” ujarnya.
Hasbi mengatakan, menjadi pengekor itu tidak akan mampu membuat negeri-negeri Islam bisa berkontribusi besar terhadap dunia kecuali hanya ikut agenda negara-negara besar tersebut. Masalah Gaza dan dunia Islam lainnya menjadi contoh mudharatnya jadi negara-negara pengekor itu.
“Padahal umat Islam punya sejarah besar sebagai superpower yang memimpin dunia berperang melawan kezaliman hingga umat manusia dapat merasakan bagaimana hidup dalam kebaikan dan keadilan yang sebenar-benarnya,” pungkas Hasbi. [] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat