Mediaumat.news – Terkait gelar “the king of lips sevice” yang diberikan kepada Presiden Jokowi oleh Senat BEM UI, Sekjen PP Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Shiddiq Robbani menyebut sejak awal rezim ini bermasalah sebab sistemnya memang bermasalah.
“Rezim ini memang bermasalah, meskipun menurut kami sejak awal harusnya jangan dipilih,” ujarnya dalam acara Insight: Dari The King of Lips Service Hingga The King of Silent, Fenomena Apa Lagi? Senin (12/7/2021) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD).
“Fakta ini kenapa terus berulang, ya karena sistemnya memang bermasalah” tambahnya.
Shiddiq menyatakan, evaluasi rezim ini tidak harus diperiode kedua. Sebab lips service, janji manis, dan ingkar janji sudah bisa dibuktikan pada akhir periode pertama.
Ia menilai, bahwa terpilihnya Presiden itu tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan pribadi seorang capres tersebut dengan partai politik yang mendukungnya saja. Tapi ada barisan pengusaha yang menjadi penyokong utama.
Hal itu kata Shiddiq bisa dilihat dari laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dari paslon nomor satu yaitu Jokowi dan Makruf Amin. Kalau dihitung gaji Presiden dan Wakil Presiden selama satu periode, itu hanya satu persen dari total dana kampanye yang sekitar 500 milyard. Sehingga itu menunjukkan bahwa modal kampanye itu besar.
Dari dana kampanye sebesar itu, menurut Shiddiq penerimaan dana yang besar bukan dari parpol, tapi berasal dari sumber dana badan kelompok dan sumber dana badan usaha. Sehingga hal ini disinyalir berakibat adanya bagi-bagi jabatan komisaris, dan adanya undang-undang atau perizinan yang nol royalti.
“Itukan imbal balik dari dana kampanye yang besar,” ucapnya.
Terakhir kata Shiddiq, rakyat harus paham sistem politik dalam demokrasi saat ini mahal. Dan ini menjadikan kritik dalam sistem demokrasi. Sebab ketika biayanya mahal, maka setiap kontestan akan mencari sumber dana dari pihak lain dan pihak lain itu pasti akan meminta balas budi.[] Agung Sumartono