Mediaumat.info – Konflik di Bumi Palestina yang seakan tak berkesudahan, dinilai ada sejak bercokolnya negara Zionis Yahudi pada 1948 di sana, bukan 7 Oktober 2023 ketika Operasi Topan al-Aqsha diluncurkan oleh Hamas.
“Bukan 7 Oktober (2023),” ujar Nicko Pandawa, sejarawan, penulis, sekaligus sutradara film JKDN, dalam Live Talk Show dan Grand Launching Kalender 2025: Palestina, Dulu, Kini dan Nanti, Kamis (19/9/2024) di kanal YouTube One Ummah TV.
Menurutnya, perang yang berlarut-larut yang dinisbatkan dimulai dari tanggal 7 Oktober 2023 itu tidak semata-mata terjadi sejak tanggal tersebut. Tetapi, jauh sebelum itu ada peristiwa yang menjadi penyebabnya.
“Tujuh Oktober itu hanya bagian, warna perlawanan-perlawanan umat Islam yang ada di Palestina,” ungkapnya.
Hal ini, ia ungkapkan untuk menyanggah narasi bahwa peristiwa 7 Oktober 2023, Hamas yang pertama kali menyerang sehingga pasukan pertahanan atau IDF berkilah membela diri dengan menimpakan hal serupa kepada Palestina.
Adalah sesaat pasca-deklarasi kemerdekaan tahun 1948, Zionis Yahudi melakukan pendudukan sekaligus penjajahan dengan skala yang makin lama bertambah luas atas Palestina.
Tak ayal muncullah kemudian gerakan-gerakan perlawanan, di antaranya Hamas, gerakan Islam yang menentang pendudukan Zionis di wilayah tersebut. Bahkan kala itu, oleh Komandan Umum Brigade Al-Qassam (cabang militer gerakan Hamas) Mohammed Deif, perlawanan Palestina telah memutuskan untuk mengakhiri semua kejahatan pendudukan Zionis Yahudi dan bahwa masa ketika mereka dapat bertindak tanpa akuntabilitas telah berakhir.
Deif juga mengumumkan peluncuran Operasi Topan Al-Aqsha melalui darat, laut, dan udara sebagai tanggapan atas pelanggaran pendudukan Zionis Yahudi terhadap warga Palestina di Gaza, Yerusalem, dan Tepi Barat selama ini.
Artinya, perang yang berlarut-larut hingga saat ini tak akan terjadi jika tidak ada pendudukan dan penjajahan sejak Zionis mendeklarasikan diri sebagai negara.
“Semua itu tidak akan terjadi kalau tidak ada penjajahan dari tahun 1948,” ungkap Nicko, yang berarti sekitar 76 tahun Zionis Yahudi menjajah Palestina.
Karenanya, dalam menilai suatu peristiwa, termasuk konflik antara Hamas yang dengan perlawanannya berupa peluncuran Operasi Topan al-Aqsha tersebut, haruslah menganalisis dari kejadian awal sebagai penyebab utamanya.
“Kalau melihat dari tanggal tujuh Oktober kita tidak akan mendapatkan gambaran yang utuh. Tetapi mendapatkan gambaran musuh utama itu justru sebagai protagonis,” tandasnya, yang berarti Zionis Yahudilah yang digambarkan memiliki sifat baik dan positif seperti pahlawan.
Karenanya pula, publik tidak bisa menyalahkan sosok yang menginisiasi Operasi Topan Al-Aqsha, yaitu Mohammed Deif. Sebab, pungkas Nicko, sejak lahir Deif sendiri tumbuh dan merasakan betapa terzalimi di dalam kamp-kamp pengungsian akibat penjajahan. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat